TEMPO.CO, Purwakarta - Pemerintah Kabupaten Purwakarta menjemput Rukoyah, warganya yang diduga menjadi korban penipuan penggandaan uang Dimas Kanjeng Taat Pribadi di padepokannya di Probolinggo, Jawa Timur.
"Rukoyah pulang naik pesawat bersama kepala desa dan camat yang menjemputnya," ucap Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi, Rabu pagi, 12 Oktober 2016.
Perempuan 60 tahun yang tinggal di Desa Sukadami, Kecamatan Wanayasa, ini kemudian bertemu dengan Dedi. Rukayah, yang memiliki empat anak, tinggal selama enam bulan di Padepokan Dimas Kanjeng Taat Pribadi.
Rukoyah mengatakan hanya mengikuti pengajian rutin wiridan dan istigasah. Wiridan yang amalannya pun diakuinya tak ada yang aneh dan sudah biasa dilakukannya sebelum berada di padepokan.
“Makanya saya ini bukan korban. Masak, ada sih korban pengajian. Kenapa saya tidak pulang ke sini (Purwakarta), karena saya pulang ke Yogyakarta. Saya kan ada rumah juga di sana," ujar Rukoyah.
Menurut dia, tidak ada yang aneh di Padepokan Dimas Kanjeng. Ketika Taat Pribadi ditangkap polisi, Rukoyah ada di dalam padepokan sedang menonton televisi yang menyiarkan berita itu.
Dia membantah ada praktek penggandaan uang. Namun dia mengaku pernah melihat tumpukan uang yang sangat banyak di padepokan. "Jumlahnya tak kurang dari 43 karung. Juga ada peti-peti besar yang semuanya berisi uang," tuturnya. Hanya saja, ia tidak bisa memastikan uang itu asli atau palsu.
Dedi sangat menyayangkan lakon hidup yang dialami warganya tersebut. Ia menilai perubahan pola pikir masyarakat yang ingin segera kaya dilakukannya dengan cara-cara yang instan. "Sehingga cara klenik dan mistis jadi jalan keluarnya," katanya.
Bupati Purwakarta ini meminta polisi segera membubarkan padepokan tersebut dan menghentikan semua kegiatannya.
Kepolisian Daerah Jawa Barat sudah mengidentifikasi ada 74 warga Jawa Barat yang masih tinggal di Padepokan Dimas Kanjeng di Probolinggo, Jawa Timur. Sebanyak 30 di antaranya warga Kabupaten Cianjur yang berasal dari satu desa.
"Persoalannya, sampai saat ini, mereka tidak mau melapor ke pihak kepolisian setempat," ucap Kepala Divisi Humas Polda Jawa Barat Komisaris Besar Yusri Yunus kepada media di Kepolisian Resor Subang, Selasa, 11 Oktober 2016.
Sedangkan yang berasal dari Subang ada 14 orang. Namun yang mau melapor hanya satu orang yang berasal dari Pamanukan, Subang. Pelapornya seorang ibu dengan nilai kerugian sekitar Rp 200 juta.
Data yang diperoleh Tempo, warga yang sudah melapor ke Kepolisian Sektor Pamanukan, Subang, adalah Oom, warga Desa Mulyasari, Pamanukan, dengan total setoran Rp 200 juta. Pelapor lain adalah Usman yang menyetor Rp 15 juta dan Abu dengan setoran Rp 15 juta.
Mereka menyetor fulus kepada Taat Pribadi melalui transfer bank atas nama Sultan Agung Suryono. "Para korban itu berasal dari satu keluarga," ujar Kepala Polsek Pamanukan Komisaris Junaidi A.R. pada Jumat, 7 Oktober 2016.
Para korban membawa barang bukti di antaranya sebuah bolpoin tujuh bahasa, kotak kayu berisi puluhan juta dan tiap hari bisa bertambah Rp 4 juta, berbagai jenis paku dan kartu ATM atas nama Padepokan Dimas Kanjeng.
Kepada petugas, Oom menuturkan duit sebesar Rp 200 juta yang disetorkannya ke rekening Taat Pribadi untuk digandakan tersebut merupakan duit pinjaman dari pihak ketiga. "Sekarang total tagihannya mencapai Rp 450 juta berikut bunga," katanya.
NANANG SUTISNA