TEMPO.CO, Nusa Dua - Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menjalin kerja sama dengan Auckland University of Technology Selandia Baru. Kementerian akan mengirimkan sebanyak 50 orang pegiat budaya dan lima orang pendamping untuk menjalani program pelatihan profesional pelestarian budaya selama tiga pekan.
"Warisan budaya Indonesia sangat banyak. Namun kondisinya mengkhawatirkan karena arus modernisasi," kata Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Hilmar Farid, seusai penandatanganan kerja sama di sela acara World Culture Forum (WCF) II, di Bali, Nusa Dua Convention Center, Rabu, 12 Oktober 2016.
Menurut Hilmar, Selandia Baru merupakan negara yang bisa menjadi contoh bagaimana warisan budaya dilestarikan. Auckland University of Technology, kata dia, memiliki program seni cukup bagus. Pegiat budaya yang dikirim dapat mempelajari manajemen pengelolaan warisan budaya.
"Sebagai negara maju, Selandia Baru merupakan salah satu yang paling depan dalam pelestarian budaya. Adat Suku Mauri yang merupakan penduduk asli di sana masih tetap dijaga dan dilestarikan, bahkan masuk dalam struktur kenegaraan," katanya.
Para pegiat budaya Indonesia akan mengikuti pelatihan di Selandia Baru pada 13 November hingga 4 Desember 2016. Bidang yang dipelajari meliputi tari, musik, teater, film, galeri dan museum, visual, serta historian. "Para pegiat ini kami seleksi berdasarkan track record dan komitmen mereka dalam pelestarian budaya," katanya.
Setelah menjalani pelatihan, menurut Hilmar, pegiat budaya tersebut diminta mengaplikasikannya di Indonesia. Wakil Rektor Auckland University of Technology, Professor Nigel Hemmington, berharap kerja sama tersebut terus berlanjut. "Kami harap kerja sama ini terus berkelanjutan untuk berbagi pengalaman mengenai masalah pelestarian budaya," katanya.
ANGGA SUKMAWIJAYA
Baca Juga:
Hewan Mirip Ular di Pesawat, Garuda Indonesia: Itu Kadal
Pandji Pragiwaksono Masuk Tim Kampanye, Ini Penjelasan Anies
Konglomerat Sumbang Gedung Fakultas Biologi UGM