TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok meminta Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi DKI Jakarta kembali membahas rancangan peraturan daerah (raperda) mengenai reklamasi Teluk Jakarta.
Beleid itu berisi Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantura Jakarta (RTRKSPJ) dan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K). Salah satu alasan yang membuat Ahok meminta beleid tersebut segera disahkan adalah tak ada lagi masalah soal reklamasi Teluk Jakarta. “Ya, itu kan masalah lalu sudah saya perbaiki,” kata Ahok di Balai Kota Jakarta, Rabu, 12 Oktober 2016.
Lebih jauh, Ahok menyebutkan reklamasi Teluk Jakarta kini tak lagi bermasalah. “Reklamasi memang kalau dibilang enggak ada yang salah, ya, jalan. Yang salah, kan, bangunannya. Kalau bangunannya salah, ya, harus denda," tuturnya.
Sebelumnya, soal reklamasi sudah disebut-sebut bermasalah sejak ditemukannya pengerjaan pengerukan dua Pulau C dan Pulau D yang tidak beraturan serta mengakibatkan sedimentasi tidak rapi. Pembangunan di Pulau C dan D di Teluk Jakarta itu kemudian dinilai tidak mengikuti peraturan pemerintah.
Baca: Ahok: Diskotek Harus Geledah Pengunjung Kayak Teroris
Pada kelanjutannya, Ahok mengirim surat bernomor 4511/-075.61 kepada DPRD. Ia meminta Ketua DPRD mengesahkan Raperda tentang RZWP3K melalui surat tertanggal 4 April 2016 Nomor 955/1.712. Pada intinya, Ahok meminta raperda yang dimaksud segera disahkan dalam rapat paripurna.
Menurut Ahok, Raperda tentang RZWP3K dan Raperda tentang RTRKS Pantura telah selesai dibahas bersama antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi DKI Jakarta. Jadi Ahok meminta segera diputuskan dalam rapat paripurna DPRD DKI Jakarta.
Simak: Menteri Budi Karya Soal Pungli: Ngomong Saja Belum Bisa
Ahok menjelaskan, pembahasan raperda sempat terhambat karena, saat paripurna, jumlah anggota DPRD yang hadir tidak kuorum. Padahal salah satu raperda sudah ketok palu. Selain itu, raperda tersebut mandek lantaran pembahasan kontribusi tambahan sebesar 15 persen sempat tarik-ulur.
Kelanjutan nasib pembahasan raperda ini sempat terhenti akibat suap yang melibatkan Mohamad Sanusi pada Maret lalu. Sanusi adalah anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Gerindra yang ditangkap dalam operasi tangkap tangan yang digelar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 31 Maret 2016.
Dalam suap itu, Sanusi menerima uang dari eks Direktur Utama PT Agung Podomoro Land, Ariesman Widjaja. Suap itu diduga untuk menurunkan besaran kontribusi tambahan yang dibebankan kepada pengembang pulau reklamasi.
LARISSA HUDA