TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muliaman D. Hadad mengatakan sektor pertambangan masih mendominasi komposisi rasio kredit macet (NPL) perbankan. Saat ini NPL perbankan gros masih berada pada kisaran 3,2 persen dan net sebesar 1,4 persen.
"NPL itu sisa 2015, terutama datang dari sektor pertambangan dan pendukungnya," ujar Muliaman di hotel The Ritz-Carlton, Mega Kuningan, Jakarta, Kamis, 13 Oktober 2016.
Muliaman menambahkan, untuk kredit saat ini, pertumbuhan masih rendah pada kisaran 6-7 persen (yoy) hingga Agustus lalu. Pertumbuhan kredit rupiah cenderung lebih menggembirakan dibandingkan kredit valuta asing (valas). "Kita harap ini menjadi lokomotif untuk merefleksikan bahwa ekonomi domestik tetap berkembang," katanya.
Sektor perdagangan disebut Muliaman sebagai sektor yang paling besar mendorong pertumbuhan kredit. "Mereka tumbuh paling banyak ke sana."
Meskipun angka NPL masih tinggi, Muliaman berujar, yang terpenting adalah kesiapan perbankan menghadapi risiko tersebut. Perbankan kini telah menyiapkan cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) untuk menyerap NPL. Hingga Agustus, rasio kecukupan modal (CAR) perbankan sudah mencukupi, yaitu mencapai 23 persen.
Baca: Paket Kebijakan Ekonomi XIV Diumumkan Minggu Depan
"Jadi tidak masalah NPL tinggi karena CAR-nya juga sudah cover cukup," ucap Muliaman. Muliaman berharap pertumbuhan kredit ke depan juga akan terus membaik. "Kalau pertumbuhan kredit tinggi, NPL bisa terkoreksi."
Selain itu, OJK masih terus memantau pertumbuhan ekonomi Indonesia dan faktor-faktor pendorong lainnya, seperti hasil perolehan program amnesti pajak dan aliran dana masuk ke pasar uang dalam negeri.
Ihwal kredit macet, Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo mengatakan pencadangan perbankan untuk mengantisipasi risiko kredit itu sudah dilakukan dengan kehati-hatian. Menurut dia, yang paling bisa berperan dalam menurunkan NPL adalah pertumbuhan ekonomi dunia dan nasional yang meningkat.
Simak: Perampok Rp 17 M: Untuk Naik Haji Orang Tua dan Beli Jaguar
Terlebih, pertumbuhan kredit saat ini masih belum optimal. Kondisi perekonomian global yang belum pulih, ujar dia, sangat mempengaruhi. "Walaupun demikian, kondisi perekonomian dalam negeri masih terjaga," ucap Agus di kantornya, Kamis, 22 September 2016.
GHOIDA RAHMAH