TEMPO.CO, Yogyakarta -Bagi Afif Syakur, perancang sekaligus perajin batik Yogyakarta menceritakan detail batik Yogyakarta. Afif ditemui di acara pameran Jogja International Batik Biennale 2016 di Jogja Expo Center, Bantul, Kamis pekan lalu.
Dia mengatakan bahwa kini batik sudah menjadi komoditas ekonomi, bukan lagi komoditas budaya yang berkesan kuno. Sejak proses membatik diakui UNESCO sebagai warisan tak benda dunia, batik bukan lagi milik Indonesia semata, melainkan dunia.
Teknologi rintang warna (pewarnaan celup) untuk membuat ornamen batik dengan bahan malam atau lilin ternyata juga banyak terdapat di berbagai negara. Motif batik kini kian inovatif sehingga mengalami pergeseran peruntukan.
Batik tak sekadar dikenakan untuk hajatan perkawinan atau pergi ke kantor, melainkan bisa dikenakan untuk kegiatan apa saja. “Asalkan inovasinya sesuai pakemnya, dengan canting atau cap,” kata Afif.
Salah satu dampaknya, desainer pun mempopulerkan motif slobok sebagai motif batik gaul anak-anak muda. Begitu pula desainer Iwan Tirta, yang menggunakan motif parang berukuran besar dalam peragaan busananya.
“Mungkin, bagi Iwan Tirta, motif parang yang besar lebih bagus untuk pertunjukan dibanding motif yang kecil-kecil,” ucap Afif.
Selain oleh perancang busana, inovasi motif batik tengah dikembangkan di Kadipaten Puro Pakualaman, Yogyakarta. Kadipaten yang dipimpin oleh Kanjeng Gusti Pangeran Aryo Adipati Pakualam X itu memanfaatkan ilustrasi dari sejumlah naskah kuno untuk bahan pembuatan 25 motif baru.
PITO AGUSTIN RUDIANA