TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Yembise mengatakan semua pihak harus menghormati keputusan rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat yang mengesahkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak menjadi undang-undang.
Di dalam peraturan itu, termuat pula hukuman tambahan berupa kebiri. “Kalau sudah jadi undang-undang, siapa pun harus tunduk,” ucapnya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, 20 Oktober 2016.
Pada 12 Oktober 2016, rapat paripurna sepakat mengesahkan Perpu Kebiri menjadi undang-undang. Namun pengesahan tersebut disertai catatan. Dewan meminta ada revisi agar peraturan tersebut lebih komprehensif, termasuk penentuan siapa yang akan menjadi eksekutor hukuman kebiri.
Baca: Kasus Mirna: Jessica Baca Pembelaan lagi, Singgung Sel Mewah
Perpu tersebut sempat alot dibahas di DPR lantaran ada fraksi yang tidak setuju, seperti Partai Gerakan Indonesia Raya. Namun Yohana membantah bahwa pembahasan peraturan tersebut juga alot di tingkat pemerintah. Ia meminta kementerian yang terlibat, seperti Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kementerian Kesehatan, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, serta Kementerian Sosial duduk bersama.
Yohana justru menuturkan pembahasan perpu tersebut lancar. “Saya pikir tidak alot, karena ini mekanisme yang harus dijalani.” Yohana menilai kunci keberhasilan peraturan kebiri itu ada pada kesamaan persepsi dan pendapat dari berbagai pihak.
Satu hal penting yang belum tuntas adalah siapa yang nanti bertanggung jawab untuk mengeksekusi hukuman kebiri. Ikatan Dokter Indonesia menyatakan menolak menjadi eksekutor lantaran terbentur kode etik profesi. Namun pemerintah tetap akan menentukan eksekutor atas hukuman tersebut. “Eksekutor sedang diatur,” kata Yohana.
DANANG FIRMANTO