TEMPO.CO, Jakarta - Majelis hakim Pengadilan Tinggi Jakarta meringankan hukuman Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama Abdul Khoir menjadi 2 tahun 6 bulan penjara serta denda Rp 200 juta subsider 5 bulan kurungan.
Penurunan masa tahanan penyuap anggota DPR itu diberikan setelah jaksa penuntut umum KPK mengajukan banding. "Mengadili, menerima permintaan banding dari penuntut umum dan penasihat hukum terdakwa, mengubah putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat." Putusan itu dibuat majelis hakim yang diketuai Elang Prakoso Wibowo, seperti dikutip dari situs Mahkamah Agung, Selasa, 1 November 2016.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi mengajukan banding karena putusan hakim lebih tinggi daripada tuntutan jaksa. Saat penuntutan, jaksa meminta agar Abdul Khoir dihukum 2 tahun 6 bulan dengan denda Rp 200 juta subsider 5 bulan kurungan. Namun hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi memutuskan Abdul Khoir dihukum 4 tahun penjara.
Simak: Bertemu Jokowi, Ini Saran PBNU untuk Tangani Demo 4 November
Abdul Khoir terbukti menyuap untuk mendapatkan proyek aspirasi di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat yang diajukan anggota Komisi V DPR. Ia terbukti memberikan uang kepada Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional IX Maluku dan Maluku Utara Amran Hi Mustary sejumlah Rp 15,606 miliar, Sin$ 223.270, serta iPhone 6 senilai Rp 11,5 juta. Ia juga terbukti membantu Joni Laos untuk memberikan uang kepada Amran sejumlah Rp 1,5 miliar.
Selain itu, Abdul Khoir memberikan uang kepada Ketua Kelompok Fraksi PAN Andi Taufan Tiro sejumlah Rp 2,2 miliar dan Sin$ 462.789 serta kepada politikus PKB, Musa Zainuddin, sejumlah Rp 4,8 miliar dan Sin$ 328.377.
Selanjutnya, Abdul Khoir memberi anggota Komisi V Fraksi PDI Perjuangan, Damayanti Wisnu Putranti, Sin$ 328 ribu serta anggota Komisi V Fraksi Partai Golkar, Budi Supriyanto, sebesar Sin$ 404 ribu.
Selama proses pengadilan, Abdul Khoir mengajukan status justice collaborator (JC). Jaksa pun menilai Abdul Khoir kooperatif dan membantu KPK membongkar jaringan suap proyek di Kementerian Pekerjaan Umum. Namun hakim menolak memberikan status JC lantaran Abdul dinilai sebagai pelaku utama. Abdul Khoir pun dihukum lebih berat daripada tuntutan jaksa.
MAYA AYU PUSPITASARI