TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Ikrar Nusa Bhakti, mempertanyakan sikap Presiden RI keenam, Susilo Bambang Yudhoyono, yang menemui Wakil Presiden Jusuf Kalla di rumah dinas di Jalan Diponegoro, Menteng, pada Selasa malam, 1 November 2016.
"Kalau mau lebih bijak, mengapa tidak ke Istana Negara langsung menemui Presiden?" kata Ikrar saat dihubungi, Rabu, 2 November 2016.
Baca Juga:
Ikrar juga mempertanyakan tindakan Yudhoyono yang juga memilih bertemu dengan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, Wiranto, ketimbang bertemu dengan Jokowi. Yudhoyono menemui Wiranto sebelum bertemu dengan Kalla. Padahal, menurut Ikrar, masyarakat akan menanggapi positif tindakan Yudhoyono bila mau menemui Jokowi. "Saya melihat tujuan dua pertemuan itu sebagai upaya klarifikasi," ujarnya.
Klarifikasi itu diperlukan, menurut Ikrar, lantaran muncul isu keterlibatan Yudhoyono di balik rencana demonstrasi organisasi massa Islam pada 4 November mendatang. Ikrar menuturkan ada sejumlah pengakuan dari organisasi massa tentang kucuran dana hingga Rp 10 miliar untuk demo tersebut.
"Ada berita yang mengungkapkan soal uang yang katanya dari Yudhoyono, sehingga klarifikasi itu dianggap perlu," tuturnya.
Ikrar menyarankan Yudhoyono tetap menemui Jokowi untuk membina hubungan baik dan menjalin komunikasi politik. Ikrar membandingkan Yudhoyono dengan Prabowo Subianto, Ketua Umum Partai Gerindra, yang menjadi oposisi pemerintah saat ini, yang mau menerima kunjungan Jokowi. Selain Prabowo, Presiden RI ketiga, B.J. Habibie, mau menemui Jokowi.
"Yudhoyono lebih banyak mengomentari Jokowi melalui Twitter," ucapnya.
FRISKI RIANA