TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BCA) Jahja Setiaatmadja mengatakan nominal transaksi pembayaran menggunakan kartu prabayar multiguna Flazz BCA telah mencapai Rp 500 miliar pada September 2016. Namun, menurut Jahja, capaian nominal tersebut sebenarnya tidak seberapa dan belum menguntungkan.
"Segitu masih kecil. Sebab, kalau kita lihat e-money, ini enggak ada untungnya, hanya efisiensi," ucapnya di Hotel Kempinski, Jakarta, Rabu, 2 November 2016. Sebagai perbandingan, transaksi kartu debit BCA hingga September 2016 sudah mencapai Rp 100 triliun.
Jahja berujar, model bisnis e-money memang belum berorientasi pada profit. Hal ini karena investasi Flazz cukup besar, termasuk untuk penyediaan alat dan sistem pembayarannya. "Selama ini juga, top up kan free, pas dipakai juga free, enggak ada biaya tambahan kayak kartu kredit," ucapnya.
Jahja menjelaskan, pihaknya mendapatkan pemasukan dari hasil floating dana di saldo Flazz nasabah, yang rata-rata di setiap kartu mengendap minimal Rp 20 ribu. Namun, tutur dia, keuntungan yang dikejar bank adalah efisiensi biaya pengelolaan uang tunai (cash handling). Sebab, jika masyarakat bergeser ke e-money, otomatis penggunaan uang cash akan berkurang.
Hingga September 2016, jumlah kartu Flazz yang beredar sebesar 9,5 juta kartu dengan jumlah transaksi mencapai 80 juta transaksi dan outlet yang menyediakan kartu Flazz sebanyak 79 ribu. "Kalau dilihat dari penggunaannya, 90 persen untuk pembayaran transportasi, lalu 8-10 persennya di merchant," kata Jahja.
GHOIDA RAHMAH