TEMPO.CO, Seouk - Unjuk rasa terbesar sejak 1990-an berlangsung hari ini, 12 November 2016, di Seoul, ibu kota Korea Selatan. Puluhan ribu pengunjuk rasa menuntut pengunduran diri Presiden Park Geun-hye setelah terungkap terlibat skandal korupsi di negara tersebut.
Mereka menabuh drum dan meneriakkan slogan-slogan dan membawa spanduk yang memuat tulisan yang isinya menuntut Park segera mundur. "Park Geun-hye harus mundur karena dia tidak merawat negeri kami dengan baik," kata Park Ye-na, pelajar berusia 11 tahun yang mengikuti unjuk rasa, mengutip Channel News Asia.
Baca:
Wanita Ini 'Presiden Bayangan' Pemicu Krisis Politik Korea Selatan
Krisis Politik di Korea Selatan, 3 Pembantu Presiden Mundur
Para pengunjuk rasa datang dari beberapa kota di luar Seoul untuk bersama-sama menyuarakan kemarahan dan tuntutan mereka terhadap Presiden Park atas skandal korupsi yang melibatkan sahabatnya, Choi Soon-sil.
Choi saat ini dalam penahanan polisi atas kasus penipuan dan penyalahgunaan kekuasaan. Choi, yang tidak punya posisi apa pun di pemerintahan, telah terlibat dalam kegiatan Presiden Park dari mengedit pidato resmi, mengakses dokumen rahasia negara, penasihat pribadi, hingga memanfaatkan kedekatannya dengan Presiden Park guna mendapatkan dana dari pemilik perusahaan-perusahaan besar dan masuk ke rekening yayasan yang didirikan Choi.
Presiden Park sudah meminta maaf kepada masyarakat. Choi juga meminta maaf dan siap dihukum. Namun Presiden Park menolak mundur. Ia malah memerintahkan sejumlah penasihatnya mundur dari jabatannya. Namun pengunjuk rasa mendesaknya mundur.
"Saya di sini menuntut pengunduran Park Geun-hye. Permintaan maafnya tidak ada artinya. Dia perlu mundur," kata Cho Ki-mang, 66 tahun, yang mengikuti aksi pengunjuk rasa di Seoul.
Kepolisian menurunkan 25 ribu personel untuk mengamankan unjuk rasa dan memblokade kendaraan agar tidak mengakses jalan-jalan menuju Blue House, kantor kepresidenan.
CHANNEL NEWS ASIA | MARIA RITA