TEMPO.CO, Jakarta - Karya seniman Yogyakarta, Titarubi, yang berjudul History Repeats Itself menjadi salah satu karya yang meramaikan perhelatan Singapore Biennale 2016. Karya ini memadukan wujud sosok berjubah yang terbuat dari pala berbalut cat emas di atas sampan. Untuk membuat tiga sosok berjubah ini, Titarubi mendatangkan tak kurang 45 ribu biji pala langsung dari Maluku untuk dipajang di Singapore Art Museum, Singapura.
“Aku beli per butir, sekitar 45 ribu. Dikirim per periode. Tidak boleh lebih dari tiga hari. Setelah dikarantina, langsung dikirim dengan pesawat,” ujar Tita melalui pesan singkat Whatsapp kepada Tempo, Sabtu, 12 November 2016.
Karya ini melengkapi 58 karya yang dipamerkan 60 seniman dari Asia Selatan, Asia Timur, dan Asia Tenggara dalam acara bertajuk “An Atlas of Mirrors”. Perhelatan ini berlangsung mulai 27 Oktober 2016 sampai 26 Februari 2017. Karya Tita mengajak para pengunjung untuk menelaah sejarah peta nusantara dan perdagangan masa lalu yang berakhir dengan penjajahan di tanah Nusantara.
Tita menceritakan bahwa karyanya menyatukan gagasan tentang pembakaran pelabuhan dan kapal di utara Pulau Jawa pada 1618 dan pembantaian masyarakat Banda Neira pada 1621 oleh tentara perusahaan dagang Belanda, VOC. Pembantaian yang memusnahkan kebudayaan bahari dan terjadi pengerukan sekaligus monopoli hasil bumi yang disimbolkan dengan buah pala yang disepuh cat warna emas.
Ketiga sosok berjubah itu berdiri di kapal masing-masing yang memiliki meriam kecil dan banyak dayung. Di bagian kapal itu ada pula lapisan bekas kayu kapal yang terbakar. Tita menceritakan, untuk membuat replika perahu itu, dia mencarinya sejak 2011. Replika kapal-kapal nusantara yang sudah bermeriam ini diambil dari gambar-gambar yang dibuat Portugis. Dalam risetnya, Tita menemukan kutipan Montesque tentang budak di Aceh dan replika kapal Aceh yang disalin dari sebuah peta yang ada di Madrid, Spanyol.
Baca Juga:
“Itu kapal Aceh, Banten, dan Mandura. Memiliki banyak dayung untuk menyimbolkan bahwa pada waktu itu juga memiliki budak,” ujar seniman kelahiran Bandung ini.
Tita menjelaskan, ide awal Bangsa Eropa mulai mencari dunia baru dimulai sejak jatuhnya Konstantinopel karena Jalur Sutera tertutup, di mana ada perjanjian Tourdesilas yang dikeluarkan Vatikan. Dari perjanjian itu, dunia dibagi menjadi dua ke Barat untuk Spanyol dan ke Timur untuk Portugis. Titik pertemuan keduanya ada di Maluku. Awal kedatangan mereka untuk menguasai dunia baru dengan semangat Gold, God and Glory.
DIAN YULIASTUTI