TEMPO.CO, Jakarta - Seniman asal Bali, Made Djirna, menjadi salah satu seniman yang meramaikan Singapore Biennale 2016. Di ruang yang cukup luas, dia memamerkan karya instalasi berwujud perahu tua yang panjangnya hampir delapan meter dan diameter satu setengah meter. Tak hanya perahu itu, untuk melengkapi karyanya, dia memajang tak kurang 2.000 patung keramik mini dengan berbagai ekspresi.
"Saya bikin sendiri sambil santai, lalu dibakar dengan cara tradisional, bukan dioven dengan alat modern,” ujar Made saat ditemui di sela-sela pembukaan acara tersebut pada 27 Oktober 2016 lalu.
Ribuan patung itu kemudian dipasang memenuhi sebidang dinding dan pojokan bidang dinding yang lain di salah satu ruangan di Singapore Art Museum, Singapura. Pada kedua pojok ruangan, berdiri pula pohon-pohonan dari potongan bambu dan kayu yang digantung serta sebuah pokok kayu tua lengkap dengan kelapa kering dan setandan pisang yang mengering. Djirna menuturkan setandan pisang itu menarik perhatiannya karena pohonnya mati. Pohon pisang itu di tanam di tanah yang di sekitarnya terdapat banyak sampah plastik. “Saya heran kok tidak busuk, padahal itu sudah dua tahun lalu. Apa mungkin karena sampah itu,” ujar pria lulusan ISI Yogyakarta ini.
Perahu panjang itu pun diperoleh pada 1999. Dimensi perahu itu menarik perhatiannya. Perahu itu tak ada potongan atau sambungan. Dia berpikir itu adalah perahu lawas yang diambil dari pohon besar. Setelah lama teronggok di studio, baru kemudian dia buat untuk karya barunya. Perahu itu dipakai setelah dia melihat ruangan yang disediakan cukup memadai.
Karya ini terpajang sejak 27 Oktober 2016 hingga 26 Februari 2017 dalam helatan Singapore Biennale 2016 yang bertajuk “An Atlas of Mirrors”. Seniman yang biasa melukis ini menuturkan tentang karyanya berjudul Melampaui Batas menggambarkan suatu kondisi masyarakat. Kapal tua ini sebagai simbol perjalanan nusantara dan dunia yang lebih besar, dunia yang menurut kepercayaan adat Bali pada kehidupan duniawi dan sesudah kematian. Dalam kepercayaan Bali, kapal ini nantinya yang akan membawa jiwa-jiwa manusia menuju alam nirwana.
Baca Juga:
Patung keramik dengan berbagai ekspresi ini menyimbolkan sebuah masyarakat yang diterpa berbagai budaya dan peradaban. Ada banyak yang bisa melewatinya, tapi ada pula yang tersisih tak berdaya. Instalasi ini menggambarkan kosmologi personal dari peta perjalanan imajinasi artistiknya yang melampaui banyak batas. "Ada kesadaran, pemikiran, dan belajar dari pengalaman untuk menjawab tantangan ke depan," ujarnya.
DIAN YULIASTUTI