TEMPO.CO, Jakarta - Pelaksana Tugas Gubernur DKI Jakarta Soni Sumarsono mengatakan, ia punya alasan kuat mengubah rencana anggaran DKI. Sebelumnya, gubernur non-aktif Basuki Tjahaja Purnama alias Ahokmenyebut akibat perubahan itu, APBD DKI 2017 menjadi tidak sah. "Ada peningkatan pendapatan Rp 2 triliun, apa iya kemudian kita simpan," ujar Soni di Balai Kota pada Jumat, 25 November 2016.
Menurut Soni pihaknya tidak membongkar Kebijakan Umum Anggaran - Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS). Dia hanya menggunakan anggaran untuk sejumlah infrastruktrur. Awalnya rencana anggaran pada tahun depan senilai Rp 68 triliun saja.
Tapi kata Soni, pendapatan meningkat sehingga rencana anggaran dinaikkan menjadi Rp 70 triliun. Menurut dia, ada beberapa kebutuhan mendesak yang diperlukan. Misalnnya anggaran untuk pembebasan lahan taman. "Rakyat Jakarta itu butuh taman, rakyat Jakarta butuh rumah susun, dan seterusnya," ujar Soni.
Menurut Soni, pada saat meninggalkan tampuk kepemimpinan, Basuki belum menyusun konsep KUA-PPAS. Pihak eksekutif baru menyusun KUA-PPAS beberapa waktu lalu. KUA-PPAS adalah dokumen awal pembicaraan antara eksekutif dengan legislatif. Pihak DPRD DKI Jakarta menyepakati Memorandum of Understansing (MoU) KUA-PPAS dinaikkan menjadi Rp 70 triliun.
Menurut Soni, pembahasan KUA-PPAS sebelumnya telah disusun oleh satuan kerja pemerintah daerah. "Tidak ada perubahan sedikit pun dari SKPD semua berjalan lancar, lebih cepat lagi," kata Soni. "Jadi hampir tidak ada perubahan tentang KUA-PPAS, bisa dilihat."
Saat pembahasan KUA-PPAS, Soni meminta jajarannya memperhatikan program tentang kesehatan, pendidikan, dan kebudayaan. Termasuk di antaranya kebudayaan Betawi. Tahun ini Soni menggelontorkan anggaran Rp 2,5 miliar untuk Badan Musyawarah Betawi, yang sebelumnya telah diputus oleh Ahok.
Basuki protes dengan tindakan Soni yang menggelontorkan anggaran untuk Bamus Betawi. Bahkan pada tahun depan, Bamus Betawi akan diberi tambahan dana menjadi Rp 5 miliar per tahun. Apa yang dilakukan Soni dianggap telah mengakibatkan APBD DKI Jakarta cacat. Hal ini yang melandasi ia menggugat Mahkamah Konstitusi terkait dengan kewajiban cuti kampanye bagi calon inkumben Gubernur DKI Jakarta.
AVIT HIDAYAT