TEMPO.CO, Bogor - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati akan mengkaji keinginan Presiden Joko Widodo menurunkan pajak bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Setelah bertemu dengan pengusaha UMKM, kemarin, Presiden ingin menurunkan pajak bagi pelaku UMKM dari 1 persen menjadi 0,25 persen.
"Kalau Presiden menyampaikan sesuatu, tugas kami menerima instruksi itu dan melakukan persiapan. Arahan Presiden adalah memperbaiki dan mempermudah masyarakat serta UMKM agar berinteraksi dengan Ditjen Pajak tidak berbelit-belit," kata Sri Mulyani di Hotel Aston, Sentul, Bogor, Sabtu malam, 26 November 2016.
Menurut Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) Anak Agung Gede Ngurah Puspayoga, keinginan Jokowi menurunkan pajak UMKM adalah respons atas permintaan pelaku UMKM. Mereka mengeluh, pajak yang selama ini berlaku memberatkan pengusaha UMKM.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Suahasil Nazara mengatakan perubahan pajak bagi UMKM masih dikaji. Dia berharap, pembahasan pajak UMKM tersebut menjadi salah satu agenda saat Kementerian Keuangan mengajukan revisi Undang-Undang tentang Pajak Penghasilan kepada DPR.
Menurut Suahasil, PPh dalam negeri kerap dibandingkan dengan PPh negara lain. Padahal kebutuhan pembangunan di Indonesia berbeda dengan negara lain. "Duitnya dari mana? Dari pajak. Karena itu, kalau kita review PPh, tidak hanya melihat tarif dan kompetisi dengan negara tetangga. Ada aspek lain, kebutuhan pendanaan pembangunan," tuturnya.
Saat ini, menurut Suahasil, pemerintah telah berupaya meningkatkan anggaran pembangunan dengan sedikit demi sedikit mengurangi subsidi energi. Pada 2014, subsidi energi mencapai Rp 350 triliun. Pada 2015 dan 2016, subsidi energi turun dan anggaran dialihkan ke infrastruktur. "Tahun depan, subsidi energi hanya Rp 77 triliun dan anggaran infrastruktur Rp 387 triliun," ujarnya.
Untuk memenuhi anggaran pembangunan sebesar itu, Suahasil berujar, pemerintah akan memperbaiki kepatuhan wajib pajak. Saat ini, tax ratio Indonesia hanya 11 persen. Tahun ini, tax ratio ditargetkan naik menjadi 13 persen. Artinya, pemerintah harus memiliki pendapatan tambahan dari pajak sebesar Rp 25 triliun. "Itu perlu di-generate supaya bisa membangun," katanya.
ANGELINA ANJAR SAWITRI