TEMPO.CO, Jakarta – Polisi menetapkan tujuh orang sebagai tersangka ledakan bom di Gereja Oikumene, Samarinda. Dua di antaranya berusia belasan tahun.
Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Boy Rafli Amar mengatakan dua anak itu berinisial G, 16 tahun; dan R, 17 tahun. Mereka diduga sebagai murid Oman Abdurrahman.
Menurut Boy, Oman adalah tokoh dan pemimpin pondok pesantren di Bogor. Pesantren itu masih menjalankan aktivitasnya. Tersangka G adalah salah satu murid pesantren di Bogor.
“Ini JAD (Jamaah Ansharut Daulah) Samarinda yang dipimpin Joko Sugito. Dia tokoh JAD yang ditunjuk dan menghadiri acara JAD Indonesia 2015 di Batu, Malang,” kata Boy di kantornya, Jakarta Selatan, Rabu, 30 November 2016.
Dalam acara deklarasi itu, kata Boy, terjadi telekomunikasi dengan Oman Abdurrahman yang menjadi penghuni Lembaga Pemasyarakatan Nusakambangan. “Beberapa poin yang disampaikan Saudara Oman bahwa ada ajakan untuk hijrah ke Suriah,” kata Boy. Pembicaraan lainnya adalah pembentukan struktur organisasi di Suriah dan menyatukan visi-misi.
Boy mengatakan jaringan itu juga melibatkan Abu Jandal yang meninggal sebulan lalu. Menurut dia, Oman dan Abu Jandal sama-sama terlibat konflik di Maluku beberapa tahun lalu. Mereka mengajak sebagian masyarakat ke Suriah dan melakukan instruksi amaliah.
Seorang tersangka lagi adalah Ahmadani, yang membantu membuat bahan peledak bom untuk Juhanda, tersangka yang ditangkap warga melemparkan bom ke gereja. “Aktivitas mereka berjalan, sel bawah tanah yang merekrut masyarakat, amaliah dilakukan dan berbaiat di ISIS,” ucap Boy.
Pada 13 November lalu, Juhanda melemparkan bom yang diduga molotov di depan Gereja Oikumene di Jalan Cipto Mangunkusumo Nomor 32, RT 03, Kelurahan Sengkotek, Kecamatan Loa Janan Ilir, Samarinda, Kalimantan Timur. Akibat ledakan itu, 4 balita terluka dan mereka dilarikan ke rumah sakit. Keesokan harinya, salah seorang balita itu meninggal. Kerugian materi dari peristiwa ini adalah empat unit sepeda motor rusak.
REZKI ALVIONITASARI