TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Setara Institute Hendardi mengatakan pembubaran kegiatan Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR) di Sabuga, Bandung, pada Selasa, 6 Desember 2016, merupakan pelanggaran atas kebebasan beribadah yang dilakukan oleh aktor negara dan aktor nonnegara.
"Peragaan pelanggaran HAM semacam ini merupakan ancaman serius bagi kemajemukan Indonesia," katanya di Jakarta, Rabu, 7 Desember 2016.
Lebih lanjut, Hendardi menilai Kepolisian Resor Kota Bandung adalah aktor negara terdepan yang harus bertanggung jawab atas pelanggaran ini. Menurut dia, polisi bukan hanya membiarkan aksi kelompok intoleran, tapi juga aktif dan memprakarsai pembubaran dengan alasan yang tidak masuk akal.
Hendardi menilai cara kerja polisi dalam menangani kasus-kasus semacam ini tetap tidak berubah. Polisi selalu memaksa kelompok minoritas yang menjadi korban mengikuti kehendak kelompok intoleran. Karena itu, dia meminta Kapolri Jenderal Tito Karnavian harus memberhentikan Kapolrestabes Bandung dan mengevaluasi Kapolda Jawa Barat yang juga gagal melindungi warga negara.
"Aktor nonnegara yang merupakan kelompok-kelompok intoleran sesungguhnya telah melakukan tindak pidana dan harus dimintai pertanggungjawabannya karena menghalang-halangi dan membubarkan kegiatan keagamaan," ujarnya.
Menurut dia, jika tidak ada penindakan terhadap kelompok ini, aksi-aksi serupa akan menyebar lebih luas di banyak tempat. Pengutamaan terhadap kelompok intoleran dengan tidak memberikan tindakan hukum adalah kesalahan serius Polri, yang justru akan mengukuhkan anarkisme di ruang publik dan memperkuat daya rusak kelompok ini pada kemajemukan Indonesia.
Kepala Subbagian Humas Polrestabes Bandung Komisaris Reny Marthaliana sebelumnya menyatakan polisi tidak melakukan tindakan tegas karena menghormati kesepakatan yang dibuat panitia dengan ormas serta badan kesatuan bangsa dan perlindungan masyarakat. "Kami berupaya melakukan mediasi agar diperoleh solusi yang baik dan tak menimbulkan kerugian di semua pihak," tuturnya.
ANTARA | M. IQBAL