TEMPO.CO, Jakarta - PT Pertamina (Persero) akan mencari mitra baru terkait dengan penambahan kapasitas Kilang Dumai, Riau.
Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Dwi Soetjipto mengatakan, untuk proyek penambahan kapasitas Kilang Dumai, pihaknya akan mencari mitra baru karena Saudi Aramco yang berkomitmen bermitra dalam tiga proyek penambahan kapasitas kilang, yakni Kilang Cilacap dan Kilang Balongan, tak sepakat membangun ketiganya bersamaan.
Hal itu, katanya, akan disampaikan Dwi dalam pertemuan pada Kamis, 22 Desember 2016. Pasalnya, pembangunan kilang harus berjalan sesuai dengan target guna mengejar target perseroan, yakni memiliki kapasitas kilang hingga 2 juta barel per hari (bph) pada 2023.
"(Untuk Kilang) Dumai akan cari mitra baru. Ini menjadi topik pembicaraan. Pimpinan Saudi Aramco akan datang Kamis," ujarnya di Jakarta, Senin, 19 Desember 2016.
Dalam pertemuan itu akan dibahas terkait dengan penandatanganan kesepakatan kerja sama bermitra yang dilanjutkan dengan pembentukan perusahaan patungan. Pasalnya, proses tersebut menanti penyelesaian kajian kelayakan aspek perbankan (bankable feasibility study/BFS) yang akan menghitung aset eksisting Kilang Cilacap.
Adapun Saudi Aramco akan menentukan sikap pada 31 Desember 2016 sesuai dengan perpanjangan head of agreement (HoA).
Sementara penambahan kapasitas Kilang Balongan dari 125 ribu bph menjadi 280 ribu bph ditargetkan rampung pada 2023 dengan investasi US$ 2,7 miliar dan Kilang Dumai ditargetkan bertambah kapasitasnya dari 175 ribu bph menjadi 300 ribu bph pada 2023 dengan investasi US$ 4,2 miliar. Dengan demikian, diharapkan kapasitas kilang minyak nasional bertambah dari 800 ribu bph menjadi 2 juta bph pada 2023.
"JV agreement sudah pasti. Nungguin bankable feasibility study disusun nanti seperti apa. Kami kan juga akan valuasi aset eksisting seperti apa," katanya.
Dia pun menargetkan kontruksi Kilang Cilacap dimulai pada 2018. Padahal, berdasarkan rencana awal, Kilang Cilacap yang membutuhkan investasi US$4,5 miliar akan bertambah kapasitasnya dari 300 ribu bph menjadi 370 ribu bph pada 2018. "Pada 2018. Enggak, (mulai) konstruksinya," ujarnya.
Sebelumnya, Direktur Megaproyek Kilang dan Petrokimia Pertamina Rachmad Hardadi mengatakan proyek penambahan kapasitas kilang harus berjalan secara paralel karena dapat mempengaruhi kinerja masing-masing kilang. Sebagai contoh, dia menyebutkan Kilang Balongan harus segera dibangun sebelum Kilang Balikpapan selesai. Kilang Balikpapan selama ini menyuplai nafta ke Kilang Balongan.
Bila penambahan kapasitas Kilang Balikpapan selesai lebih dulu, dia menyebutkan, ketika proyek selesai, tidak hanya kapasitasnya yang bertambah, melainkan kemampuan kilang menyuling minyak.
Kemampuan kilang menyuling minyak diukur dari nelson complexity index atau NCI. Semakin besar angka NCI, semakin efisien sebuah kilang beroperasi yang dilihat dari produk yang dihasilkan. Sementara semakin rendah nilai oktan produk yang dihasilkan, semakin efisien kinerja kilangnya.
Adapun nafta merupakan salah satu produk keluaran kilang tingkat rendah yang mengandung nilai oktan tinggi. Selain digunakan dalam industri petrokimia, nafta juga sebagai bahan pelarut. Untuk diubah menjadi premium, misalnya, nafta harus diolah kembali dan dicampur dengan High Octane Mogas Component (HOMC).
Berdasarkan hitungan, seharusnya Kilang Balongan dibangun mulai 2017 dengan asumsi Kilang Balikpapan selesai pada 2019. "Ketika Kilang Balikpapan selesai, maka Balongan kekurangan umpan, dan nafta dari Balikpapan sudah habis," katanya.