TEMPO.CO, Jakarta -Ketua Bidang Pertanian, Kedaulatan Pangan dan ESDM Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda Ansor, Adhe Musa Said merasa prihatin melihat nasib petani yang cenderung tidak mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Menurutnya, kinerja Kementerian Pertanian jauh dari harapan dapat meningkatkan kesejah teraan petani.
"Kementerian Pertanian era Jokowi-JK terkesan hanya meneruskan kebijakan pemerintahan sebelumnya, yang berputar-putar pada wilayah yang sama dan tidak membawa dampak signifikan pada perubahan wajah pertanian Tanah Air, maupun kesejahteraan petani," ucap Adhe dalam Diskusi Refleksi Akhir Tahun Gerakan Pemuda Ansor dalam menyikapi kebijakan Kementerian Pertanian, Selasa 21 Desember 2016 seperti dikutip dari rilis.
Adhe menilai, sektor pertanian memiliki peran strategis dalam menopang pembangunan perekonomian nasional jika pemerintah memiliki konsen yang tinggi pada wilayah ini. Tapi pemerintah terkesan tidak serius untuk memacu sektor pertanian.
“Lihat saja tidak ada kebijakan Kementerian Pertanian yang mengupayakan penyediaan lahan yang subur lewat pupuk yang baik, penyediaan benih yang bagus, dan penyediaan pasar untuk menampung hasil pertanian dengan baik pula agar petani sejahtera,” ucap Adhe. Bahkan yang terjadi petani malah mulai kehilangan generasi, karena sektor ini dianggap tidak menjamin dalam memenuhi kebutuhan kehidupan keluarga.
Baca: Terungkap Penyebab Sulitnya Pemerintah Menagih Pajak Google
Adhe menyesalkan, kebijakan Kementerian Pertanian terlihat hanya fokus pada tiga komoditi seperti padi, jagung dan kedelai semata. Sedangkan bumi Indonesia kaya akan keanekaragaman hayati yang memiliki nilai ekonomi tinggi namun tidak tersentuh dan cenderung terabaikan. "Jika hanya fokus pada tiga komoditi pertanian semata, ya jangan heran jika Indonesia akan terus dibanjiri impor komoditi pertanian dari luar negeri untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri."
Adhe menambahkan, pemerintah seharusnya sadar, lebih dari 60 persen produsen pangan di negara ini adalah petani kecil yang memiliki luas lahan di bawah 1 hektare. Jika pemerintah tidak memikirkan ini, petani yang memiliki lahan terbatas hanya menjadi penonton program bagi-bagi benih dan pupuk yang nilainya triliunan rupiah.
Adhe khawatir, program pupuk bersubsidi senilai Rp 30,063 triliun akan membuka peluang untuk penyelewengan. Begitu juga dengan pengadaan mesin pertanian Rp 360 miliar pra panen dan Rp 8,32 miliar pasca panen, berpotensi salah sasaran. Serta pencetakan sawah Rp 1,76 triliun yang menyebabkan kerusakan ekologis.
Simak: 3.000-an Tambang Bandel Akan Dicabut izinnya
"Menteri Pertanian hanya meneruskan kebijakan menteri pertanian sebelumnya yang selalu menihilkan peran petani untuk menggeser pola produksi pertanian dari orientasi subsisten ke bisnis," kata Adhe. Ade menghimbau, sebaiknya kembalikan pola konsolidasi petani cukup sampai kelompok tani. Pemerintah harus mengevaluasi diri, jika dianggap tidak layak sebaiknya Presiden mereshufle Menteri Pertanian.
"Mengurusi pertanian tidak boleh terkesan main-main. Jika tidak dapat menjalankan amanat Presiden Jokowi yang tercantum dalam visi nawacita, sebaiknya Presiden mengganti Menteri Pertanian dengan figur baru yang memiliki visi lebih baik untuk pertanian," ucap Adhe.
SETIAWA ADIWIJAYA