TEMPO.CO, Mojokerto – Aktivis antikorupsi meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengambil alih penanganan kasus dugaan suap yang melibatkan Bupati Mojokerto Mustofa Kamal Pasa sebagai penerima dan Direktur PT Cipta Inti Parmindo Yudi Setiawan sebagai pemberi. Yudi adalah terpidana dalam kasus pembobolan Bank Jatim dan Bank Jabar Banten, serta suap impor daging sapi.
“Kami meminta KPK mengambil alih karena kasus ini sudah lama ditangani Polda Jawa Timur sampai Bareskrim Mabes Polri sejak 2014, tapi sampai sekarang tidak jelas kelanjutannya,” kata Wiwid Haryono, Ketua Dewan Pimpinan Daerah Front Komunitas Indonesia Satu Kabupaten Mojokerto, Rabu, 28 Desember 2016.
Bahkan, menurut Wiwid, status Mustofa sudah tersangka berdasarkan pada klarifikasi KPK kepada Bareskrim mengenai perkembangan kasus kredit fiktif Bank Jatim. “Klarifikasi KPK ke Bareskrim itu tercatat dalam Laporan Tahunan KPK tahun 2015 yang dirilis pada 2016,” ujarnya.
Wiwid mempertanyakan profesionalitas penegak hukum dalam penanganan kasus gratifikasi ini. “Masih ada tebang pilih dalam penegakan hukum di Indonesia,” ucapnya.
Mustofa diduga menerima suap dari Yudi sebagai imbalan atas proyek yang dibiayai APBD Mojokerto. Yudi membobol Bank Jatim Cabang HR Muhammad Surabaya dengan cara mengajukan kredit fiktif Rp 52,3 miliar.
Yudi bekerja sama dengan pejabat dan karyawan Bank Jatim untuk meloloskan kredit meski menggunakan sejumlah kelompok usaha fiktif sebagai pemohon kredit atau debitur. Kredit itu untuk membiayai proyek-proyek pemerintah yang didapat Yudi, baik proyek fisik maupun pengadaan barang di sejumlah daerah di Indonesia, termasuk di Kabupaten Mojokerto pada 2011.
Yudi dan istrinya, Carolina Gunadi, serta pejabat dan karyawan Bank Jatim, telah menjalani sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Surabaya tahun 2014 dan sudah menjadi terpidana. Yudi divonis 10 tahun penjara dan Carolina diganjar enam tahun penjara. Mustofa sempat jadi saksi dalam sidang dengan terdakwa Carolina.
Dalam sidang, Mustofa membantah kenal dengan saksi dan terdakwa, juga membantah pernah menerima uang dari Yudi dan Carolina. Saat itu, kasus kredit fiktif Bank Jatim masih ditangani Kepolisian Daerah Jawa Timur sebelum diambil alih Bareskrim Mabes Polri.
Tuduhan menerima suap kepada Mustofa muncul dari Untung Sujadi dan Heri Prasetya yang menjadi saksi untuk terdakwa Carolina. Untung adalah kakak ipar Yudi dan bekerja di Bank Mega Cabang Jombang.
Untung dan Heri mengaku pernah diminta Yudi membayar tagihan kartu kredit Bank Mega, BCA, dan BNI milik Mustofa sebanyak tiga tahap pada Februari-April 2011 Rp 91,5 juta melalui rekening Bank Mega milik Carolina. Untung dan Heri juga mengaku pernah memberi uang tunai kepada Mustofa selama Januari-Maret 2011 Rp 1,5 miliar.
Tak hanya Untung dan Heri, pengusaha lain, yang merupakan rekan bisnis Yudi, juga pernah mengirim uang tunai dari Yudi untuk Mustofa setelah Mustofa dilantik sebagai bupati pada 2010. “Jumlahnya Rp 1 miliar pecahan Rp 100 ribu dalam amplop dan kantong plastik. Saya titipkan melalui dua pejabat Pemkab Mojokerto,” kata sumber yang enggan disebut namanya ini. Uang itu sebagai “pancingan” untuk memuluskan proyek Yudi di Mojokerto.
Menanggapi dugaan kasus gratifikasi yang macet di Bareskrim, Mustofa enggan berkomentar banyak. “Itu urusan pusat sana, saya hadapi dengan senyuman saja,” katanya dalam pertemuan dengan sejumlah wartawan di Kecamatan Pacet, Mojokerto, Rabu sore.
ISHOMUDDIN