TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Subdirektorat Mitigasi Gerakan Tanah Wilayah Barat, Pusat Vulkanologi, dan Mitigasi Bencana Geologi, Badan Geologi, Agus Budianto mengatakan hasil penelitian lembaganya memverifikasi konstruksi Jembatan Cisomang yang bergeser di Jalan Tol Purbaleunyi berada di zona kerentanan gerakan tanah tinggi, atau daerah merah. “Itu memang daerah zona gerakan tanah tinggi, merah. Kalau terjadi hujan, akan berpotensi bergerak kembali,” katanya saat dihubungi, Rabu, 28 Desember 2016.
Agus mengatakan lembaganya sudah memeriksa kondisi rupa bumi di lokasi konstruksi Jembatan Cisomang di KM 100+700 di Jalan Tol Purbaleunyi. Lapisan tanah di lokasi jembatan itu sama dengan lokasi tanah di jalan tol yang kerap bergerak saat hujan.
Baca: Jembatan Cisomang Diperbaiki, Berapa Kerugian Pengusaha?
Peta kerentanan gerakan tanah yang diterbitkan lembaganya juga menunjukkan lokasi jembatan itu berada di areal berwarna merah. “Peta itu potret tingginya potensi tanah bergerak,” kata Agus.
Menurut dia, di dalam tanah, di bawah konstruksi jembatan itu, terdapat lapisan lempung tutupan pasir dari formasi Jatiluhur. Lapisan itu diapit oleh lapisan tanah breksi vulkanik produk gunung api tua. “Batuan lempung itu karakternya kala kena air, mudah mengembang dan licin. Di sana juga kita melihat banyak rekahan,” ujarnya.
Baca: Antrean Kendaraan di Pintu Jalan Tol Jatiluhur Capai 13 Kilometer
Agus berujar, bukti fisik terjadinya gerakan tanah terlihat pada struktur tiang penyangga Jembatan Cisomang yang retak. Rembesan air sungai dan hujan yang masuk ke lapisan batuan lempung itu diduga menjadi pemicu tanahnya bergerak. “Fisik tanahnya sudah mendukung,” tuturnya.
Lembaganya merekomendasikan, kata Agus, pengelola jalan tol memantau terus pergeseran yang terjadi di pilar jembatan tersebut. Tipe gerakan tanah di lokasi jembatan itu dikategorikan rayapan. “Dia menunggu akumulasi energi yang panjang untuk bergerak lagi,” katanya.
Baca: Menhub Larang Kendaraan Golongan II Lalui Jembatan Cisomang
Agus mengatakan perbaikan konstruksi Jembatan Cisomang harus mampu meredam gerakan tanah tersebut. “Tinggal berikutnya, mereka membangun konstruksi yang mampu menahan jika tanah itu bergerak kembali,” ucapnya.
Jika jembatan itu dipindahkan ke lokasi lain di sekitar Jembatan Cisomang, akan ditemui lapisan tanah serupa. “Jalan tol itu memang melalui formasi batuan lempung, jadi memang inilah tantanganya ahli-ahli konstruksi membangun di daerah rawan bencana,” kata Agus.
Sebelumnya, Direktur Jembatan, Direktorat Jenderal Bina Marga, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Hedy Rahadian menyebutkan hasil pengukuran peralatan yang mengoreksi pergeseran Jembatan Cisomang di KM 100+700 Jalan Tol Purbaleunyi. “Pergeseran maksimum bervariasi, maksimum 57 sentimeter,” katanya saat ditemui di lokasi perbaikan jembatan itu, Selasa, 27 Desember 2016.
Hedy mengatakan pergeseran itu secara visual tidak terlihat, dan hanya bisa diketahui dari peralatan. Pergeseran yang dimaksud maksimum 57 sentimeter misalnya berada di pilar 2, setinggi 40 meter yang berada di sisi Sungai Cisomang di bawah jembatan itu, dihitung dari posisi vertikal tiang itu saat berdiri normal. “Itu dari pengukuran alat. Kalau kita tidak bisa melihatnya,” ujarnya.
Pergeseran itu diketahui sekitar tiga minggu lalu saat pengelola PT Jasa Marga melaporkan adanya retakan di salah satu tiang Jembatan Cisomang. Jembatan yang memiliki panjang lebih dari 270 meter itu ditopang oleh empat pasang tiang penyangga atau pilar jembatan. Pilar tertinggi sepanjang hampir 40 meter ditopang fondasi tiang pancang di bawah tanah sedalam 33 meter sampai 40 meter.
AHMAD FIKRI