TEMPO.CO, Jakarta – Meskipun fase tanggap darurat berakhir, kondisi masyarakat di beberapa desa di Kabupaten Pidie Jaya masih diliputi kecemasan akan bahaya gempa susulan. Mereka juga masih membutuhkan bantuan berupa tenda, selimut, dan terpal untuk melindungi diri dari panas dan hujan.
Di Desa Lancang Paro, Kecamatan Bandar Baru, misalnya, sekitar 80 persen warga masih tidur di tenda darurat. “Bantuan tenda dari pemerintah hanya cukup untuk memenuhi 10 persen kebutuhan warga,” kata Abduh, Sekretaris Desa Lancang Paro.
Mengenai kebutuhan ini, sejak kemarin, Plan International Indonesia bekerja sama dengan LSM Cipta Fondasi Komunitas (CFK) mendistribusikan paket bantuan untuk 7.500 warga yang tersebar di enam desa di dua kecamatan yang paling terkena dampak gempa berkekuatan 6,5 pada skala Richter di Aceh, 7 Desember silam.
Menurut Program Manager Disaster Risk Management Plan International Indonesia Wahyu Kuncoro, dari hasil kaji cepat dan observasi di lapangan, pihaknya memutuskan mendistribusikan bantuan berupa terpal, selimut, tikar, dan tali. “Meskipun sudah ada imbauan dari Bupati agar warga meninggalkan lokasi pengungsian dan kembali ke rumah, kenyataannya warga belum sepenuhnya berani tinggal di rumah, terutama di malam hari,” kata Wahyu Kuncoro dalam pesan tertulis, Kamis, 29 Desember 2016.
Wahyu menegaskan, sebagai organisasi kemanusiaan yang berfokus pada pemenuhan hak anak, terutama perempuan, Plan International berkepentingan untuk memastikan mereka dalam kondisi aman pascagempa Aceh ini. Bantuan kemanusiaan ini juga diprioritaskan untuk warga yang rumahnya rusak.
“Anak-anak, terutama anak perempuan, tidak nyaman dan leluasa tinggal di tenda darurat. Dengan adanya bantuan ini, diharapkan mereka bisa kembali tinggal bersama keluarga inti di lingkungan rumah mereka,” kata Wahyu.
Selain memberikan bantuan fisik, Plan International Indonesia memberikan dukungan psikososial untuk anak-anak dan remaja, terutama perempuan. Rencananya, kegiatan ruang ramah anak tersebut diimplementasikan sampai tiga bulan ke depan. Untuk kegiatan ini, akan disediakan fasilitas ruang ramah anak (Child Friendly Space/CFS) di enam desa yang tersebar di Kecamatan Meureudu, Trienggading, dan Bandar Baru.
Berdasarkan observasi di beberapa sekolah dua hari yang lalu, anak-anak sudah diminta masuk sekolah. Plan International Indonesia mendukung kebijakan Dinas Pendidikan Kabupaten Pidie Jaya yang mengimbau para pelajar agar kembali ke sekolah, meskipun untuk sementara belajar di tenda darurat.
“Kami berharap dukungan psikososial yang mulai dibuka pada awal Januari besok bisa mengurangi kecemasan dan ketakutan warga, khususnya anak-anak dan remaja, sehingga mereka bisa kembali ke kehidupan normal,” ucap Wahyu.
DESTRIANITA