TEMPO.CO, Pekanbaru - Pertumbuhan ekonomi Provinsi Riau pada 2016 mengalami penurunan dibanding tahun-tahun sebelumnya. Lesunya pertumbuhan ekonomi Riau diklaim dampak dari anjloknya harga migas dan kelapa sawit di pasaran dunia.
"Terjadi turbulensi harga migas dan komoditi perkebunan di pasaran dunia," kata Gubernur Riau Arsyadjuliandi Rachman, Jumat, 30 Desember 2016.
Arsyadjuliandi mengakui pertumbuhan ekonomi Riau jauh menurun dibanding tiga tahun sebelumnya. Saat itu, harga sektor migas dan perkebunan Riau di pasaran dunia masih berada pada level tertinggi.
Pada 2013, angka pertumbuhan ekonomi mencapai 2,48 persen. Kemudian meningkat 2,70 persen pada 2014. "Ketika itu masih didukung migas dan perkebunan," ucap Arsyadjuliandi.
Pertumbuhan ekonomi Riau mengalami pelambatan 0,22 persen sejak 2015, lantaran harga dua sektor unggulan migas dan perkebunan anjlok pada level terendah. Namun Arsyadjuliandi mengklaim pertumbuhan ekonomi pada 2016 ini jauh lebih baik dari 2015, meskipun tidak lagi didukung sektor migas dan perkebunan.
Menurut Arsyadjuliandi, Riau mulai mengembangkan destinasi wisata sebagai alternatif pertumbuhan ekonomi di saat dua sektor unggulan migas dan perkebunan sudah tak mampu lagi diharapkan. "Tahun ini lebih baik dari tahun lalu, meskipun tidak lagi didukung migas dan perkebunan."
Aryadjuliandi mengatakan penurunan harga komoditi unggulan seperti karet dan kelapa sawit disebabkan kebijakan perdagangan negara tujuan ekspor yang tidak mendukung. Namun ia mengklaim, pelemahan ekonomi tidak hanya terjadi di Riau, melainkan menyeluruh di Indonesia. "Perlambatan ekonomi ini terjadi secara nasional," ucapnya.
RIYAN NOFITRA