TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi mengapresiasi Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI karena menetapkan Direktur Data dan Informasi Bakamla Laksamana Pertama TNI Bambang Udoyo sebagai tersangka. Bambang diduga terlibat dalam kasus suap proyek satelit di Bakamla yang tengah ditangani lembaga antirasuah itu.
"Kami apresiasi penetapan yang dilakukan POM TNI tersebut. Ini salah satu hasil koordinasi intensif yang dilakukan antara KPK dan POM TNI tentu saja," kata juru bicara KPK, Febri Diansyah, di kantornya semalam, Jumat, 30 Desember 2016.
Kasus suap Bakamla berawal dari operasi tangkap tangan yang dilakukan KPK terhadap Deputi Informasi Hukum dan Kerja Sama Bakamla Eko Susilo Hadi pada 14 Desember 2016. Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan empat tersangka.
Mereka adalah Eko Susilo Hadi yang diduga sebagai pihak penerima suap; Direktur PT Melati Technofo Indonesia (MTI) Fahmi Darmawansyah; serta dua pegawai PT MTI, yaitu Hardy Stefanus dan Muhammad Adami Okta, yang diduga memberikan suap.
Pada proyek bernilai Rp 220 miliar ini, Eko menjabat sebagai kuasa pengguna anggaran. Suap diberikan dengan maksud agar PT MTI menjadi pemenang tender proyek melalui LPSE (Layanan Pengadaan Secara Elektronik) tersebut. Sebagai PPK, Bambang yang melakukan penandatanganan perjanjian pengadaan alat pemantau satelit Bakamla itu.
Febri mengatakan saat ini KPK dan TNI menjalankan kewenangan masing-masing. Kedua belah pihak hanya berkoordinasi untuk melakukan pertukaran informasi dan kebutuhan pemeriksaan.
"Memang kewenangannya terpisah. KPK untuk menangani sipil, sementara untuk tersangka yang berasal dari militer merupakan kewenangan Puspom TNI," ujar Febri. Menurut dia, koordinasi dengan TNI sejauh ini berjalan positif. Hal ini dibuktikan dengan ditetapkannya Bambang sebagai tersangka oleh TNI.
MAYA AYU PUSPITASARI