TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan Bupati Klaten Sri Hartini (SHT) sebagai tersangka kasus suap. KPK juga menetapkan Suramlan alias SUL, yang berstatus PNS, sebagai tersangka.
"Setelah 1 x 24 jam dilakukan pemeriksaan, KPK meningkatkan status penanganan perkara ke penyidikan dengan penetapan untuk sementara dua tersangka, yakni SHT dan SUL," kata Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif dalam keterangan pers di gedung KPK, Jalan Rasuna Said, Jakarta, Sabtu, 31 Desember 2016.
Sri Hartini diduga menerima suap terkait dengan promosi jabatan dalam pengisian susunan organisasi dan tata kerja organisasi perangkat daerah yang diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah. Sedangkan Suramlan, yang menjabat sebagai Kepala Seksi SMP Dinas Pendidikan Kabupaten Klaten, diduga sebagai pemberi suap.
Baca: Ditangkap KPK, Harta Bupati Klaten Sri Hartini Capai Rp 35 M
Laode menjelaskan, pengungkapan kasus ini berasal dari laporan masyarakat. Berdasarkan laporan itu, KPK kemudian menindaklanjuti dengan melakukan operasi tangkap tangan di Klaten pada Jumat, 30 Desember 2016, sekitar pukul 10.30. Dalam OTT tersebut, KPK menangkap delapan orang, yakni Sri Hartini; Suramlan, NP, PT, SLT (pegawai negeri sipil); PW (pegawai honorer); serta SKN dan SNS (swasta).
OTT diawali dengan menangkap SKN di kediamannya di Jalan Trucuk, Klaten, pada pukul 10.30. Dari tangannya, penyidik mengamankan uang Rp 80 juta. Pada pukul 10.45, penyidik KPK bergerak ke rumah dinas Bupati Klaten dan menangkap tujuh orang.
"Di rumah dinas, diamankan uang sekitar Rp 2 miliar dan pecahan valuta asing US$ 5.700 dan Sin$ 2.035," ujar Laode. Selain uang, tim KPK mengamankan catatan penerimaan uang dari tangan NP.
Dari kasus ini, Sri Hartini disangkakan melanggar Pasal 12 (a) atau (d) atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP, juncto Pasal 65 KUHP. Sedangkan Suramlan disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 (a) dan Pasal 5 ayat 1 (b) atau Pasal 13 UU Tindak Pidana Korupsi.
AMIRULLAH