TEMPO.CO, Jakarta - Pelaksana tugas Gubernur DKI Jakarta, Sumarsono, akan merotasi ribuan pejabat eselon di pemerintahan DKI Jakarta. "Tanggal 3 akan ada pengukuhan dan pelantikan. Banyak lah (pejabatnya)," kata Sumarsono, di RSPAD Gatot Subroto, Jakarta, Senin, 2 Januari 2017.
Untuk sejumlah satuan kerja perangkat daerah yang dirombak, Sumarsono enggan menyebutkannya. Namun, total keseluruhan pejabat yang dikukuhkan dan dilantik ada 5.038, dengan di antaranya 3.561 pejabat eselon II, III, dan IV dikukuhkan. Selain itu, ada 1.477 pejabat yang dipromosikan, rotasi, mutasi, dan turun jabatan.
Soni, sapaan akrabnya, mengatakan bahwa ia telah mendapatkan persetujuan untuk pelantikan dan pengukuhan. Sehingga, rencananya besok pagi, ia akan menggelar acara tersebut di Silang Monas Selatan, Jakarta Pusat. "Pokoknya 95 persen pengukuhan, pelantikan sedikit saja," ujarnya.
Persetujuan yang didapat Soni berdasarkan Surat Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara Nomor B-2660/KASN/12/2016 tanggal 30 Desember 2016, dan Surat Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 821/5021/SJ Hal. Persetujuan Pengisian dan Penggantian Pejabat di Lingkungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tanggal 30 Desember 2016.
Sebelumnya, Soni juga telah merombak struktur Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) dan Kebijakan Umum Anggaran - Prioritas Plafon nggaran Sementara (KUA-PPAS) DKI Jakarta. Kebijakan ini yang disindir oleh Gubernur DKI Jakarta nonaktif, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Ahok menganggap tindakan Soni telah melanggar Undang-undang Dasar 1945 dan undang-undang pemerintahan daerah. Kata dia, Soni berpegang pada Peraturan Menteri Dalam Negeri yang memperbolehkan seorang pelaksana tugas menyusun APBD DKI Jakarta. "Makanya saya bawa (gugat) ke MK."
Namun sampai saat ini, Mahkamah Konstitusi tak kunjung memutuskan hasil dari gugatan Ahok. Beberapa waktu lalu, dia menggugat pasal yang mewajibkan calon inkumben kepala daerah untuk cuti di saat masa kampanye. Menurut Ahok, undang-undang itu sangat merugikan. Karena masa cuti kampanye bersamaan dengan masa pembahasan rencana anggaran DKI Jakarta untuk tahun depan. "Saya bawa ke MK, tapi diplesetkan seolah-olah orang kampanye tidak ingin cuti," ucap dia.
Sebelumnya, Ahok juga memprotes keputusan Plt Gubernur DKI Jakarta dan DPRD DKI Jakarta yang telah merombak rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dari Rp 67 menjadi Rp 70 trilun. Ahok mengatakan praktik ini sering dilakukan DPRD sebelumnya.
Menurut Ahok, hal ini sama seperti dengan kasus UPS yang terjadi beberapa tahun silam. Membengkaknya APBD dapat mengakibatkan program-program prioritas tak dieksekusi. Karena anggaran tak cukup untuk mengakomodir. "Akhirnya ketika program dieksekusi, barang yang dibeli hanya untuk menguntungkan dia, seperti kasus UPS," ujar Ahok.
FRISKI RIANA | AVIT HIDAYAT