TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok mengatakan dia belum bisa mengambil langkah lebih jauh setelah Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta Timur mengabulkan gugatan warga Bukit Duri yang menjadi korban normalisasi Kali Ciliwung. Dia harus menunggu hingga kembali aktif menjadi gubernur.
"Saya enggak bisa komentar. Saya enggak bisa masuk. Nanti, kalau sudah masuk, saya bisa lihat,” kata Ahok di Jalan Agung Raya I, Jagakarsa, Jumat, 6 Januari 2016. Namun dia mengaku saat ini akan tetap mempelajari kekalahan pemerintah Jakarta di pengadilan itu.
Baca juga: 9 Adegan Mengenaskan di Perampokan Pulomas yang Terekam CCTV
Meski begitu, dia sempat mengatakan akan terus melakukan normalisasi Kali Ciliwung selama masih ada bangunan yang menutupi trase. Ahok juga mengatakan akan meminta Biro Hukum mempelajari poin-poin yang membuat pemerintah kalah dalam persidangan.
"Pasti lanjut selama kena trase. Kami akan pelajari salahnya kenapa. Kan, memang kadang-kadang ada surat yang salah, seperti kasus Bidara Cina dulu," ujar Ahok.
Dalam gugatannya, warga Bukit Duri menilai penggusuran untuk normalisasi yang dilakukan pemerintah Jakarta tak berdasar. Sebab, pemerintah mengacu pada Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 163 Tahun 2012 juncto Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 2181 Tahun 2014 yang telah habis masa berlakunya pada 5 Oktober 2015.
Warga Bukit Duri juga menggugat penerbitan surat peringatan 1, 2, dan 3 yang dikeluarkan Satuan Polisi Pamong Praja yang dianggap melanggar asas non-retroaktif. Kebanyakan warga tinggal di Bukit Duri sejak Indonesia belum merdeka dan sudah membangun rumah di pinggir kali sejak 1920-an.
Atas dikabulkannya gugatan itu, majelis hakim meminta pemerintah DKI memberikan ganti rugi yang layak kepada warga Bukit Duri. Ganti rugi tersebut sebagai akibat dari diterbitkannya SP, dihancurkannya rumah-rumah warga setempat, dan dirampasnya tanah-tanah warga tanpa kompensasi yang layak.
Ahok kembali berkomentar. "(Soal) ganti rugi, selama ada barangnya dia sih enggak masalah, kita lihat dulu. Kalau tanah negara seperti apa, kita mesti hitung," tuturnya.
LARISSA HUDA