TEMPO.CO, Jakarta - PT MRT Jakarta masih menunggu revisi beberapa peraturan Menteri Perhubungan tentang moda transportasi perkeretaapian. Sebab, peraturan tersebut berkaitan dengan operasional mass rapid transit kelak.
Salah satu peraturan yang perlu direvisi adalah persyaratan tenaga pemeliharaan kereta dan persyaratan masinis. Dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 155 Tahun 2015 tentang Sertifikat Kecakapan Awak Sarana Perkeretaapian menyatakan asisten masinis harus telah bekerja selama 1.000 jam.
Baca : Jokowi Yakin MRT Bisa Beroperasi 2019
"Sedangkan kami ini sama sekali baru," kata Direktur Operasional PT MRT Jakarta, Agung Wicaksono, Ahad 8 Januari 2017. Menurut dia, peraturan tersebut hanya mengatur tentang kereta yang sudah beroperasi. Makanya, perusahaan meminta agar menteri merevisi aturan tersebut agar MRT sebagai moda transportasi baru bisa beroperasi.
Sambil menunggu revisi aturan tersebut, Agung mengatakan, MRT sudah mulai merekrut tenaga operasional. Pelatihan mereka bekerja sama dengan Akademi Perketaapian Indonesia di Madiun, Jawa Timur. Perekrutan dimulai pada tahun ini lantaran konstruksi MRT ditargetkan rampung pada Juli 2018.
Baca Juga:
"Setelah rampung, kereta akan diuji coba oleh masinis hasil perekrutan hingga resmi beroperasi pada Maret 2019," kata Agung. PT MRT Jakarta menargetkan mempunyai 400 karyawan di bidang operasional hingga akhir 2018.
Mereka diproyeksikan untuk mendukung operasi MRT pada pukul 05.00-24.00 WIB setiap hari. Penggunaan tenaga listrik pada jam operasi puncak mencapai 60 megawatt.
Sementara itu, progres pembangunan kontruksi MRT sendiri sudah mencapai 62 persen. Untuk jalur bawah tanah, mesin bor Antareja I dan Antareja II yang menggali ke arah utara telah mencapai Stasiun Bendungan Hilir. Sedangkan bor Mustikabumi I dan Mustikabumi II sedang menuju Stasiun Setiabudi. Di jalur layang, kontruksi sedang dilakukan di area Stasiun Lebak Bulus.
LINDA HAIRANI | NINIS CH