TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah Jakarta menargetkan pembangunan mass rapid transit akan selesai pada Maret 2019. Saat ini, proses kontruksi sedang dikebut oleh PT MRT Jakarta setelah pembebasan di kawasan Cipete dan Lebak Bulus bisa dilakukan.
Seiring dengan itu, Direktur Utama PT MRT Jakarta, William P. Sabandar, mengatakan pihaknya membutuhkan aturan turunan sebagai dasar hukum untuk pembangunan dan pengelolaan mass rapid transit serta kawasannya kelak. Saat ini, dasar hukum yang menjadi acuan MRT bekerja baru Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2008 tentang pembentukan PT MRT Jakarta.
Baca : Pekerjaan MRT Dikebut Tahun ini
Aturan turunan dari perda tersebut, kata William, dibutuhkan lantaran perusahaan sudah mulai menyusun fasilitas penunjang sebelum beroperasi pada Maret 2019. "Akan repot kalau dasar hukumnya baru didapat setelah menunggu konstruksi selesai atau beberapa bulan sebelum beroperasi," ujarnya Ahad 8 Januari 2017.
Dasar hukum itu juga berkaitan dengan pembangunan dan pengelolaan transit-oriented development (TOD). Sebab, selain membangun infrastruktur, Perda telah memerintahkan badan usaha milik Pemerintah DKI Jakarta itu untuk mengembangkan dan mengelola properti dan bisnis di stasiun serta kawasan sekitarnya.
Baca Juga:
MRT Jakarta sudah menyusun masterplan pembangunan dan skema pengelolaan TOD atau kawasan terintegrasi tersebut. “Tapi belum bisa dimulai karena melibatkan lebih dari satu pihak,” kata William.
Di Dukuh Atas, Jakarta Pusat, misalnya, peraturan yang lebih rinci dibutuhkan sebagai panduan pelaksanaan kewajiban dan hak instansi yang berkepentingan di kawasan itu. Stasiun Dukuh Atas setidaknya akan menjadi penghubung moda trans
Selain di Dukuh Atas, penerbitan aturan turunan dari perda itu diperlukan lantaran beberapa perusahaan berminat menghubungkan gedung milik mereka dengan stasiun-stasiun MRT. Seperti diketahui, jalur MRT Lebak Bulus-Bundaran HI membentang sepanjang Jalan Jenderal Sudirman dan Jalan MH Thamrin yang merupakan pusat ekonomi dan pemerintahan.
LINDA HAIRANI | NINIS CH