TEMPO.CO, Jakarta - Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta mengabulkan sebagian gugatan warga Bukit Duri atas penerbitan surat peringatan pertama hingga ketiga oleh Satuan Polisi Pamong Praja Jakarta Selatan. Dalam putusannya, hakim menyatakan penerbitan surat peringatan tersebut tidak sah dan meminta pemerintah memberikan ganti rugi kepada warga Bukit Duri yang rumahnya telah digusur.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Biro Hukum DKI Jakarta Yayan Yuhanah mengatakan PTUN tak bisa memerintahkan pemerintah agar membayar ganti rugi. "Itu bukan kewenangan pengadilan,” katanya, Minggu, 8 Januari 2017.
Baca: Pemerintah DKI Akan Banding Putusan Bukit Duri
Selain itu, menurut dia, jika warga Bukit Duri menuntut ganti rugi, seharusnya ditujukan ke pengadilan negeri. “Seharusnya mengajukan gugatan perdata ke pengadilan negeri,” ujar Yayan.
Kuasa hukum warga Bukit Duri, Vera Wenny Soemarwi, menuturkan hakim meminta pemerintah DKI memberikan ganti rugi kepada warga Bukit Duri berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum. "Meski kami tak mengajukan permintaan ganti rugi dalam gugatan, hakim berpandangan kami berhak menerima ganti rugi," tuturnya.
Penggusuran di Bukit Duri dilakukan oleh pemerintah saat gugatan ini sedang berjalan di pengadilan. Sebagian besar warga Bukit Duri yang digusur pasrah memilih ikut relokasi ke rumah susun sewa. Namun tak sedikit yang tetap bertahan menunggu putusan pengadilan dan menolak kompensasi berupa rusunawa.
Salah satu warga Bukit Duri yang menolak digusur adalah Supriyono, 40 tahun. Dia gembira dengan putusan ini dan berharap pemerintah DKI menaati putusan pengadilan. "Pemerintah seharusnya menghargai proses hukum," ucapnya.
Atas putusan PTUN tersebut, pemerintah DKI Jakarta akan mengajukan banding. Saat ini dokumen banding tersebut sedang disiapkan oleh tim Biro Hukum DKI.
GANGSAR PARIKESIT | NINIS C.H.