TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Dinas Perdagangan Nusa Tenggara Barat Putu Selly Andayani mengakui, meski harga cabai melambung tinggi, para pedagang mengirimkan cabai dari daerah itu tidak hanya melalui laut, tapi juga menggunakan pesawat terbang.
"Selain menggunakan kendaraan pelat luar daerah, mereka menggunakan pesawat dan itu lolos," kata Selly di Mataram, Selasa, 10 Januari 2017.
Ia menyebut, per kilogram cabai dikenakan biaya hanya Rp 6.000, sehingga jauh lebih murah daripada harus melalui jalur laut. Hanya saja, agar tidak mengurangi pasokan di dalam daerah, ia menyarankan perlu ada pembatasan.
"Silakan dikirim ke luar, tapi jangan berlebihan, sehingga di dalam daerah menjadi berkurang," ujar Selly.
Terkait dengan maskapai yang digunakan untuk mengangkut cabai, mantan Kepala Dinas Koperasi dan UMKM Nusa Tenggara Barat itu enggan menyebutkan. Guna mencegah komoditas di Nusa Tenggara Barat tidak mudah keluar sehingga bisa mengamankan pasokan dalam daerah, pihaknya berencana menerapkan e-commerse agar setiap transaksi yang dilakukan pedagang dan pembeli bisa diketahui.
Pemerintah melakukan operasi pasar untuk mencegah kenaikan harga cabai tidak terlalu tinggi.
Sementara itu, Kepala Dinas Pertanian Nusa Tenggara Barat Husnul Faozi membenarkan pengiriman cabai ke luar daerah tidak lagi menggunakan kapal laut, tapi sudah menggunakan maskapai penerbangan meski kenaikan harga cabai bersifat musiman.
Saat ini harga cabai di daerah itu terus merangkak naik hingga menembus angka Rp 115 ribu per kilogram.
"Dua hari lalu harganya Rp 85 ribu per kilogram, tapi naik lagi Rp 95 ribu per kilogram, kemudian naik lagi Rp 115 ribu per kilogram," ucap Husnul.
Ia menjelaskan, kenaikan harga cabai tersebut tidak terkait dengan ketersediaan. Sebab, Nusa Tenggara Barat merupakan daerah surplus cabai. Adapun naiknya harga cabai disebabkan oleh cabai asal Nusa Tenggara Barat banyak dikirim ke sejumlah daerah, salah satunya Jakarta, sehingga persediaan di dalam daerah berkurang.
"Produksi cabai kita itu 105 ribu ton per tahun dari 5.800 hektare lahan. Saat panen tertinggi, 13-14 ribu ton per hektare. Sisanya surplus sekitar 20 ton. Surplus inilah yang juga dibawa keluar," kata Husnul.
ANTARA