TEMPO.CO, Jakarta -Kalangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Tengah menyayangkan kebijakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy yang akan akan memperbolehkan pengelola sekolah menghimpun dana dari masyarakat. Kebijakan yang akan diberlakukan mulai 2017 ini dikhawatirkan akan semakin merugikan masyarakat dan menimbulkan banyak penyimpangan. Wakil Ketua DPRD Jawa Tengah Ahmadi menyatakan pihak sekolah akan seenaknya menarik biaya dari para siswa.
“Dikhawatirkan pemerintah juga tidak akan bisa mengendalikan seolah-sekolah yang akan menghimpun dana dari masyarakat,” kata Ahmadi, Jum’at (13 Januari 2017). Jika itu yang terjadi maka diperbolehkannya sekolah menghimpun dana dari masyarakat maka akan semakin menyuburkan praktik pungutan liar di sekolah-sekolah.
Ahmadi mencontohkan, dulu sudah jelas ada larangan sekolah menghimpun dana dari masyarakat. Toh, kala itu banyak sekali sekolah yang tetap melakukan pungutan liar kepada para sisiwa.
“Lha ini kok malah diperbolehkan. Yang dirugikan adalah masyarakat orang tua murid,” katanya. Ahmadi kecewa karena alas an pemerintah memperbolehkan sekolah menghimpun dana dari masyarakat karena tidak mampu. Padahal, selama ini anggaran milik pemerintah juga sangat besar. Anggaran untuk pegawai negeri saja kini sudah sangat besar.
Simak juga:
Wasekjen MUI Ditolak, Wakil Ketua MPR: Bupati Harus Bicara
Sekretariat GMBI di Bogor Diduga Diserang Anggota FPI
Isu Aksi Bela Wasekjen MUI di Pontianak, Kapolda: Tak Perlu
Sebelumnya, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mengatakan akan menerbitkan aturan yang memperbolehkan sekolah menghimpun dana dari masyarakat dan alumni. Kebijakan ini akan dimulai pada 2017.
Alasan kebijakan tersebut dikarenakan saat ini waktunya bagi para alumni memberi sumbangan kepada sekolahnya dulu, terutama pada siswa yang tidak mampu. Sementara, dana dari masyarakat digunakan untuk meningkatkan daya tahan untuk memajukan sekolah. Sebelumnya , sekolah dilarang melakukan pungutan karena kerap ditemukan penyimpangan.
Ahmadi justru mendesak kepada pemerintah Jokowi-Kalla memperluas kebijakan sekolah gratis untuk meringankan masyarakat. Sekolah gratis tidak hanya sampai 9 tahun (tingkat SMP/Mts sederajat,red), tapi sampai tingkat SMA/SMK sederajat.
Sekolah gratis perlu semakin diperluas karena saat ini angka kemiskinan di Jawa Tengah juga masih terbilang tinggi. Ahmadi mengutip data Nota Keuangan APBD Jawa Tengah Tahun Anggaran 2017. Pada September 2015, angka kemiskinan di Jawa Tengah sebanyak 4,506 juta jiwa atau 13,32 persen. Namun pada periode Maret 2016, angka kemiskinan masih sebanyak 4.507 juta jiwa (13,27 persen).
ROFIUDDIN