TEMPO.CO, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengeluarkan empat kebijakan utama yang bertujuan memperkuat pengawasan terintegrasi, pengaturan manajemen risiko, dan kapasitas industri jasa keuangan nasional. “Ini juga untuk menjaga ketahanan dan stabilitas sistem keuangan pada 2017,” ucap Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D. Hadad dalam keterangan tertulisnya, Jumat, 13 Januari 2017.
Muliaman menjelaskan, kebijakan yang pertama adalah menerbitkan ketentuan mengenai pengelolaan risiko likuiditas konglomerasi, manajemen permodalan konglomerasi, dan intra group transaction exposures. Ini untuk melengkapi pengaturan kecukupan modal, manajemen risiko, dan tata kelola konglomerasi keuangan yang telah dikeluarkan.
Baca Juga: OJK Siapkan Tujuh Langkah Strategis Perluas Akses Keuangan
Menurut Muliaman, penyempurnaan kerangka pengaturan dan pengawasan konglomerasi keuangan ini menjadi penting karena ketangguhan serta daya tahan sektor jasa keuangan sangat dipengaruhi kondisi konglomerasi keuangan. “Porsinya menguasai tiga per empat pangsa pasar keuangan di Indonesia,” katanya.
Kebijakan yang kedua adalah penyediaan likuiditas yang cukup dalam pembiayaan pembangunan serta monitoring melalui beberapa upaya, seperti optimalisasi pemanfaatan Global Master Repo Agreement (GMRA) oleh lembaga jasa keuangan. Muliaman menuturkan pihaknya akan menginisiasi pembentukan lembaga pendanaan efek (securities financing) untuk terus mendorong penerbitan obligasi oleh korporasi serta pembeliannya oleh perusahaan asuransi dan dana pensiun.
OJK juga akan memastikan implementasi ketentuan liquidity coverage ratio (LCR) tahun ini dapat berjalan baik dan efektif. “Sehingga monitoring likuiditas perbankan menjadi lebih akurat dan tindakan pengawasan yang diambil akan lebih tepat,” ujar Muliaman. Selain itu, OJK akan menerbitkan ketentuan net stable funding ratio (NSFR) yang akan diterapkan pada bank umum kelompok usaha (BUKU) 4 dan 3 serta bank asing.
Simak Pula: OJK Siapkan Tujuh Langkah Strategis Perluas Akses Keuangan
Kebijakan ketiga adalah memenuhi mandat Undang-Undang tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (UU PPKSDK). OJK dalam hal ini akan menerbitkan beberapa peraturan, khususnya mengenai rencana aksi (recovery plan) bagi bank sistemik. “Ketentuan ini akan memperjelas konsep bail in yang selaras dengan praktek di Indonesia serta implikasinya terhadap penyusunan mekanisme resolusi perbankan lain, termasuk program restrukturisasi perbankan (PRP),” kata Muliaman. Untuk melengkapi pengaturan ini, OJK juga akan menerbitkan peraturan penyempurnaan tindak lanjut pengawasan bank (exit policy) dan pendirian bank perantara (bridge bank).
Kebijakan yang terakhir, OJK menyiapkan ketentuan yang mendorong bisnis industri keuangan nonbank dapat tumbuh sehat dan berkelanjutan. Untuk itu, sebagian dari pelaksanaan Undang-Undang Perasuransian, tahun ini OJK akan menyelesaikan peraturan turunan dari undang-undang itu. “Turunannya berupa ketentuan asuransi usaha bersama, penjaminan terhadap pemegang polis, dan kepemilikan asing,” tutur Muliaman.
GHOIDA RAHMAH