TEMPO.CO, Jakarta - Penerimaan cukai pada 2016 hanya mencapai 97,15 persen dari target yang dipatok dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2016. Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, itu terjadi karena tahun lalu produksi rokok stagnan.
"Ini tergantung dari sisi mana melihatnya. Untuk produsen, ini berita yang tidak baik. Namun, dari sisi kesehatan, ini berita baik," kata Sri Mulyani dalam rapat kerja bersama Komisi Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 18 Januari 2017.
Simak: Cukai Naik Per 1 Januari 2017, Berapa Kenaikan Harga Rokok
Sri Mulyani menyatakan telah menginstruksikan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai untuk berfokus memerangi rokok ilegal. Dengan tarif cukai yang cukup tinggi, perusahaan memiliki ruang untuk memproduksi rokok ilegal. "Selama enam bulan ini, Bea-Cukai rajin menindak produksi rokok ilegal, terutama yang tarifnya tinggi."
Baca: 2017, Penggunaan Dana Bagi Hasil Cukai Rokok Akan Diperluas
Pada 2016, penerimaan bea dan cukai mencapai Rp 178,72 triliun atau 97,15 persen dari target yang ditetapkan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2016, yakni sebesar Rp 183,96 triliun. Angka tersebut turun dari penerimaan pada 2015 yang mencapai Rp 179,58 triliun.
Direktur Jenderal Bea dan Cukai Heru Pambudi mengatakan, dari penerimaan tersebut, realisasi cukai mencapai Rp 143,5 triliun atau 96,9 persen dari target dalam APBN-P. Adapun penerimaan bea masuk mencapai Rp 32,2 triliun dan bea keluar Rp 2,99 triliun.
Sri Mulyani melihat penerimaan bea masuk tersebut membaik dalam beberapa waktu terakhir. "Ada sedikit tren yang membaik pada kuartal terakhir. Kegiatan ekspor-impor masih tumbuh negatif sehingga penerimaan dari kepabeanan, terutama bea masuk, menurun," ujar Sri Mulyani.
ANGELINA ANJAR SAWITRI