TEMPO.CO, Jakarta - Sekitar 80-100 orang berpakaian serba hitam menggelar Aksi Kamisan pada Kamis, 19 Januari 2017. Sebagian mereka membawa payung hitam bertuliskan bermacam-macam kasus pelanggaran HAM berat masa lalu. "Tuntaskan tragedi Trisakti, Semanggi I-II," begitu diantara tulisan di payung.
Saban Kamis sore, aktivis dan keluarga korban pelanggaran HAM menggelar Aksi Kamisan di seberang Istana Medeka, Jakarta Pusat. Pekan ini, Aksi Kamisan telah memasuki tahun ke-10. Konsistensi dalam menuntut penuntasan kasus HAM ini membuat Ketua Umum Museum Rekor Indonesia Jaya Suprana merasa wajib memberi penghargaan pada Aksi Kamisan.
Simak berita utama:
KPK Tetapkan Eks Direktur Utama Garuda Emirsyah Satar sebagai Tersangka
Temuan KPK Kasus Emirsyah Satar, Garuda dan Rolls Royce
"Mengapa kami memberikan penghormatan pada Aksi Kamisan ini, karena ini mengungkapkan kegigihan dan kegagahan perjuangan yang tidak kenal putus asa," kata Jaya Suprana. Sertifikat berbingkai itu lantas diberikan langsung Jaya pada Sumarsih, ibunda Wawan, mahasiswa yang tewas dalam peristiwa Semanggi I.
Berita utama lain:
Rolls Royce Akui Menyuap di Enam Negara, Ini Rinciannya
Kasus Suap Rolls Royce, Saham Garuda Anjlok 2,2 Persen
Bisa dibilang Sumarsih adalah penggagas Aksi Kamisan. Dia juga peserta aksi yang paling konsisten hadir dalam aksi. Dalam panas maupun hujan, saat peserta banyak maupun cuma lima orang, Sumarsih tetap hadir dalam Aksi Kamisan. Berpakaian dan payung serba hitam, Sumarsih menuntut pemerintah menuntaskan kasus HAM dengan diam.
Sumarsih mengatakan pemerintah harus menuntaskan kasus pelanggaran HAM. "Selama Jokowi tidak menyelesaikan kasus pelanggaran HAM, maka Aksi Kamisan ini layak disebut sebagai monumen atau museum ketidakadilan di negeri ini," kata Sumarsih.
Aksi Kamisan 10 tahun diisi dengan orasi, refleksi para korban pelanggaran HAM, pertunjukan musik, serta pameran foto. Acara yang berlangsung pukul 15.00-17.00 itu juga diikuti beberapa selebritas, seperti komika Arie Kriting dan Melanie Subono.
Mereka mendesak pemerintah menyelesaikan enam kasus pelanggaran HAM. Yaitu kasus kerusuhan Mei 1998; kasus Trisakti, Semanggi I dan Semanggi 2; kasus penghilangan paksa; Talangsari di Lampung; Tanjung Priok; dan Tragedi 1965.
Dalam kesempatan orasi, Arie Kriting menilai rekor Aksi Kamisan oleh MURI sebenarnya mempunyai ironi. "Ini penghargaan yang bikin galau, karena 10 tahun berjuang, belum ada tuntutan yang dipenuhi pemerintah," kata Arie.
AMIRULLAH SUHADA