TEMPO.CO, Kediri - Gerakan menolak pemindahan makam pahlawan nasional Tan Malaka oleh warga Kabupaten Kediri makin menguat. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah setempat meminta pemerintah berjuang mempertahankan makam tersebut berada di Kediri.
Gerakan menolak pemindahan makam Tan Malaka dari Desa Selopanggung, Kecamatan Semen, Kabupaten Kediri, terus bermunculan sejak Pemerintah Kabupaten Limapuluh Kota, Sumatera Barat, menyatakan akan memboyong makam Ibrahim Datuk Tan Malaka ke tanah kelahirannya. Selain mengunjungi makam Tan, sejumlah organisasi kemasyarakatan (ormas) menggelar aksi di sana.
Baca juga:
Jasad Tan Malaka Akan Dikubur Dekat Masjid
Soal Pemindahan Jasad Tan Malaka, Keluarga Belum Solid
Beberapa yang menggelar aksi adalah Gerakan Pemuda Nusantara (GPN) Kediri, juga komunitas suporter kesebelasan Persik Kediri, yang menuntut Pemerintah Kabupaten Kediri mempertahankan makam Tan Malaka. “Kami merasa ikut memiliki dan bangga,” kata Ketua GPN Kediri Very Ahmad.
Ketua Komisi A Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Kediri Edy Suprapto menilai respons masyarakat tersebut sangat wajar. Hal itu merupakan bentuk kecintaan mereka kepada sosok Tan Malaka yang telah menjadi pahlawan bangsa. “Saya pribadi juga bersikap sama dengan masyarakat menolak pemindahan makam,” kata Edy kepada Tempo, Senin, 23 Januari 2017.
Edy mengaku akan mendorong Pemerintah Kabupaten Kediri melakukan negosiasi dengan Pemerintah Kabupaten Limapuluh Kota untuk membatalkan pemindahan ini. Kalaupun keinginan masyarakat dan pemerintah Limapuluh Kota adalah untuk melakukan penghormatan kubur kepada almarhum Ibrahim Datuk Tan Malaka dalam kapasitas sesepuh adat, pemerintah Kediri bisa memenuhi keinginan itu dengan memperlakukan makam lebih baik.
Atau bisa juga warga adat dan Pemerintah Kabupaten Limapuluh Kota melakukan upacara atau prosesi penghormatan kubur tanpa memindahkan jasadnya dari Kediri. Bahkan, jika mereka menghendaki makam itu dipugar menjadi lokasi wisata sejarah, Pemerintah Kabupaten Kediri harus bisa memenuhinya. “Kawasan itu bisa menjadi wisata sejarah jika digarap lebih serius,” kata Edy.
Meski demikian, dia tidak menampik jika selama ini pemerintahnya telah abai dan melupakan keberadaan makam tersebut sebelum polemik pemindahan ini muncul. Hal ini, menurut dia, akibat tidak jelasnya hasil tes DNA yang dilakukan keluarga Tan Malaka pada akhir 2009. Hal ini bahkan menimbulkan spekulasi jika jasad yang selama puluhan tahun terpendam di kompleks pemakaman Desa Selopanggung itu bukan Tan Malaka.
Untuk menyelesaikan konflik makam ini, Edy bersama anggota Komisi A DPRD Kabupaten Kediri akan melakukan kunjungan lapangan ke lokasi makam di lereng Gunung Wilis. Mereka juga akan meminta pendapat perangkat desa, kecamatan, dan masyarakat atas rencana pemindahan makam Tan Malaka.
Menyikapi hal itu, pegiat Tan Malaka Institut, yang juga tim delegasi penjemputan jasad Tan Malaka, Habib Monti, justru mengaku senang atas penolakan itu. Sikap itu mencerminkan betapa dekat dan berharganya jasad Tan Malaka bagi masyarakat Kediri. “Justru kami heran kalau pemerintah Kediri tak menolak,” katanya.
Walau begitu, dia berharap ada komunikasi yang baik antar-dua pemerintah agar tak terkesan saling berebut. Pemerintah Limapuluh Kota juga tak akan memaksakan diri membawa pulang jasad secara paksa. Habib Monti memastikan seluruh proses negosiasi itu akan mengutamakan kekeluargaan.
HARI TRI WASONO
Simak:
Analis Politik: Jokowi dan SBY Tak Perlu Bertemu
Rayakan Ultah, Megawati ke Jokowi: Jangan Buru-buru Pulang