TEMPO.CO, Astana - Hari pertama perundingan damai Suriah di Astana, Kazakhstan, Senin, 23 Januari 2017, antara pemerintah dan kelompok oposisi belum menghasilkan jalan keluar untuk mengakhiri konflik sejak 2011.
Rezim Suriah dan oposisi justru saling tuding pelanggaran gencatan senjata yang mereka sepakati pada akhir Desember 2016.
"Kedua kubu berbeda interpretasi mengenai gencatan senjata," Al Jazeera melaporkan dari Astana.
Di forum tersebut, tulis Al Jazeera dalam laporannya, perwakilan pemerintah dan oposisi jual beli ejekan secara tajam mengenai gencatan senjata yang sudah mereka langgar.
Pertemuan di Astana yang disponsori Rusia dan Turki sengaja digelar untuk memperluas kawasan gencatan senjata di seluruh wilayah Suriah meskipun masih terjadi pelanggaran di sana sini.
Acara ini sekaligus sebagai jalan menuju negosiasi politik yang akan digelar oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa di Jenewa , 8 Februari 2017.
Bashar al-Jaafari, pimpinan delegasi pemerintah Suriah, menuduh oposisi salah interpretasi terhadap prinsip-prinsip gencatan senjata.
"Pidato yang disampaikan perwakilan oposisi dalam perundingan ini bernada provokatif," ucapnya di depan wartawan yang mencegatnya.
Dia menabahkan, "Kelompok oposisi yang menandatangani kesepakatan gencatan senjata mencoba mendistorsi dan melakukan sabotas di Astana."
Sementara itu, pemimpin oposisi Yahya al-Aridi menyayangkan sikap pemerintah Suriah yang dianggap tidak serius menjalankan gencatan senjata yang telah mereka sepakati pada 30 Desember 2016.
"Bila serius membicarakan substansi perdamaian, cara-cara formalitas tidaklah terlalu penting," tuturnya kepada wartawan.
AL JAZEERA | CHOIRUL AMINUDDIN