TEMPO.CO, Ternate - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku Utara akan melimpahkan kasus dugaan korupsi pembangunan Masjid Raya Sanana tahun anggaran 2006-2010 dengan anggaran Rp 23,5 miliar yang melibatkan mantan Bupati Kepulauan Sula Ahmad Hidayat Mus (AHM) ke pengadilan.
Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Maluku Utara, Apris R Ligua membenarkan kalau kejaksaan telah menerima tahap II perkara atas nama Ahmad Hidayat Mus (AHM), mantan Bupati Kabupaten Kepulauan Sula, yang diserahkan oleh Direktorat Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Maluku Utara.
Penyidik Polda Maluku Utara menyerahkan AHM sebagai tersangka korupsi anggaran pembangunan Masjid Raya Sanana, namun pihak kejaksaan tidak melakukan penahanan terhadap Koordinator Bidang Pemenangan Pemilu Indonesia II DPP Partai Golkar itu.
"Mantan Bupati Kepsul (Kepulauan Sula) tidak dilakukan penahanan oleh pihak JPU (Jaksa Penuntut Umum) karena dalam pandangan JPU di Kejati Malut bahwa tersangka kooperatif," kata Apris, Rabu, 25 Januari 2017.
Baca juga:
Teka Teki Kematian 3 Mahasiswa UII:Disebut Diare, Faktanya..
Begini Indikasi Kekerasan dan Penganiayaan 3 Mahasiswa UII
Meski begitu, kata Apris, usai tahap II, berkas perkara tersebut langsung dilimpahkan ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Maluku Utara pada Pengadilan Negeri Ternate.
"Sudah dilimpahkan sehingga JPU tinggal menunggu penetapan hari sidang perkara ini oleh Pengadilan Tipikor dan sepenuhnya mengenai status terdakwa itu sekarang di Pengadilan Tipikor," tutur dia.
Dia menegaskan, terhadap tersangka AHM didakwa secara berlapis yakni primer Pasal 2 ayat (1) Jo pasal 18, UU Tipikor Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi dan atau Pasal 3 Jo Pasal 18 UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Korupsi.
"Ancaman hukuman pasal 2 itu minimal 20 tahun penjara, denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar," ujarnya.
Mantan Bupati Kepulauan Sula Ahmad Hidayat Mus, ditetapkan sebagai tersangka oleh Penyidik Ditkrimsus Polda Malut sejak 14 Maret 2013. Berkas perkara dengan tersangka Ahmad Hidayat Mus dinyatakan lengkap alias P21 oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) RI melalui surat nomo: B-559/F/Ft.1/03/2016. Surat itu menjelaskan petunjuk hasil ekspose pra penuntutan perkara tindak pidana korupsi anggaran pembangunan Masjid Raya Sanana, Kabupaten Kepulauan Sula dengan tersangka Ahmad Hidayat Mus.
Dalam kasus proyek masjid yang dibangun sejak 2006 dengan anggaran Rp 23,5 miliar itu, Polda Maluku Utara menetapkan 9 tersangka termasuk Ahmad Hidayat Mus. Tercatat, enam kali berkas mantan Bupati Kepulauan Sula ini bolak balik Polda - Kejati hingga akhirnya dinyatakan P21 dan penyerahan tahap II.
Simak juga:
Kejanggalan Saksi Sidang Ahok, dari Titik Koma hingga Sepatu
Termakan Hoax Istri Selingkuh, Pria Ini Bakar Rumah Tetangga
Adapun pelimpahan tersebut dilakukan setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan akan mengambil alih penanganan kasus tersebut atau 14 hari setelah terbit surat Jaksa Agung tanggal 8 Maret 2016 tentang petunjuk hasil ekspose pra penuntutan perkara tindak pidana korupsi bocor ke publik. Surat itu meminta Kepala Kejaksaan Tinggi Maluku Utara segera melakukan penyerahan tanggung jawab tersangka dan barang bukti (tahap II), yang selanjutnya dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor.
Dalam proses pelimpahan berkas perkara yang dilakukan Kejaksaan Maluku Utara Selasa 24 Januari 2017, penyidik menghadirkan Ahmad Hidayat Mus sebagai tersangka. Saat Ahmad Hidayat Mus tiba di kantor Kejaksaan dan keluar dari ruangan penyidik, sejumlah pejabat seperti Kepala Kejaksaan Tinggi Deden Riki Hayatul Firman, dan tiga pejabat asisten, serta Kepala Seksi Penerangan Hukum, langsung menghilang dan sulit ditemui wartawan. Kejaksaan memang tidak menahan tersangka karena dianggap kooperatif.
“Proses penyerahan sudah selesai. Untuk lebih lengkapnya mungkin tanyakan Pak Apris- Kasi Penkum," kata salah satu pegawai kejaksaan yang enggan namanya disebut.
Ahmad Hidayat Mus yang dicegat wartawan saat keluar dari pintu utama kantor Kejaksaan Tinggi Maluku Utara menolak memberikan keterangan. “Nanti sama penasehat hukum saya,” katanya.
Penuntasan kasus dugaan korupsi pembangunan Masjid Raya Sula selama ini mengalami pasang-surut. Hingga Kepala Polda Maluku Utara diganti lima kali, kasus ini belum juga tuntas.
BUDHY NURGIANTO | ANTARA