TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Divisi Humas Mabes Polri Inspektur Jenderal Boy Rafli Amar memastikan setuju terhadap revisi Undang-Undang Antiterorisme yang akan meningkatkan peran TNI dalam penindakan kasus terorisme. “Tidak ada masalah kok polisi,” kata Boy di kompleks Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian Jakarta, Kamis, 26 Januari 2017.
Saat ini, DPR dan pemerintah tengah membahas revisi Undang-Undang Antiterorisme. Mereka pun sepakat meningkatkan peran TNI dalam menindak kasus terorisme. Draf revisi Undang-Undang Antiterorisme tersebut membagi peran TNI menjadi dua, yaitu tugas perbantuan kepada Polri dan tugas pokok. Tugas pokok TNI adalah mengizinkan TNI untuk menindak secara langsung suatu aksi terorisme.
Baca juga:
Panglima TNI: Pasukan Sikap Netral Amankan Pilkada Serentak
Patrialis Akbar Ditangkap KPK, Ini yang Sedang Diuji Materi MK
Boy mengatakan pihaknya mendukung langkah tersebut. Namun ia memberikan catatan bahwa penguatan itu tetap dalam format penegakan hukum. Pihaknya memastikan akan menghormati apabila sudah ada keputusan resmi dari hasil revisi tersebut.
Boy mengaku kerja sama antara Polri dan TNI saat ini sudah bagus. Termasuk dalam penindakan kasus-kasus terorisme. Ia pun optimistis ke depan akan lebih kuat untuk memberantas terorisme. “Jadi, nanti akan semakin bagus,” tuturnya.
Adapun dalam draf revisi Undang-Undang Antiterorisme, muncul usulan pasal baru, yaitu Pasal 35, yang berisi pengaturan lebih rinci peran dan kedudukan satuan antiteror TNI dalam pencegahan dan penindakan terorisme. Namun pengaturan itu di luar konteks perbantuan TNI terhadap Polri.
TNI nantinya akan diberi izin untuk menindak secara langsung suatu aksi terorisme yang terjadi terhadap tujuh obyek/subyek. Ketujuh obyek/subyek itu adalah presiden beserta keluarganya, wakil presiden beserta keluarganya, WNI di luar negeri, kedutaan besar RI di luar negeri, kedutaan besar negara sahabat di Indonesia, kapal laut dan pesawat terbang Indonesia, serta kapal laut dan pesawat terbang negara sahabat di wilayah yurisdiksi nasional Indonesia.
Selain itu, terhadap aksi terorisme yang berdampak meluas di wilayah yurisdiksi nasional Indonesia. Misalnya hutan, pegunungan yang dijadikan basis latihan, persembunyian, dan perlawanan, termasuk zona ekonomi eksklusif, kawasan regional, dan/atau internasional yang menimbulkan ancaman terhadap kedaulatan negara, keutuhan wilayah, serta keselamatan bangsa negara.
DANANG FIRMANTO
Simak:
Pembela Rizieq Tuding Komunisme di Balik Kriminalisasi Ulama
Ini Alasan Pengunduran Diri Rektor UII Yogya