TEMPO.CO, Jakarta - Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang mengusulkan adanya denda bagi penyedia jasa media sosial yang menyebarkan hoax, ujaran kebencian, SARA, kampanye hitam dan fitnah dalam setiap tahapan Pemilu 2019.
"Ada gagasan dari Pansus Pemilu untuk denda bagi penyedia media sosial kalau mereka menyebarkan hoax," kata Ketua Pansus Pemilu Lukman Edy di Gedung Nusantara III, Jakarta, Kamis 26 Januari 2017.
Baca juga:
Hadapi Hoax, Pemerintah Diminta Tegas seperti Jerman
Begini Kisah Hoax dari Zaman Sukarno hingga Jokowi
Lukman menyebut penyedia medsos itu seperti Google, Facebook, Instagram, Twitter, dan Yahoo perwakilan di Indonesia. Menurut dia, Pansus juga akan menanyakan kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika, sanggup atau tidak mengundang lima representasi layanan medsos tersebut.
"Karena melihat fenomena masifnya sosmed menebar kebencian, SARA sehingga kami mau ada pembatasan," ujarnya.
Politisi PKB itu menilai apabila ada akun-akun di medsos yang memenuhi ketentuan tersebut, yang bisa dilakukan Kemenkominfo adalah memblokir namun sejam kemudian bisa muncul lagi. Karena itu, menurut dia, harus dilakukan pencegahan dari hulu yaitu penyedia layanan media sosial seperti yang sudah dipraktekkan di Tiongkok dan Jerman.
"Kemungkinan bisa diterapkan, model di China yaitu tidak boleh dan Jerman mengenakan denda," katanya.
Baca juga:
4 Penyebab Hoax Mudah Viral di Media Sosial
Patrialis Akbar OTT KPK, Ketua MK: Ya Allah Saya Mohon Ampun
Lukman menjelaskan, pengaturan media dalam RUU Pemilu sebenarnya sudah ada namun sebatas lembaga penyiaran, media cetak dan elektronik. Menurut dia, media daring atau "online" belum diatur secara rinci dalam RUU tersebut karena memiliki sistem yang berbeda misalnya dalam menyiarkan kampanye pemilu.
"Kami ingin tingkat partisipasi masyarakat dalam pemilu meningkat. Sementara itu kalau penyelenggara pemilu memasang iklan kampanye, sistemnya berbeda antara media televisi dan media daring," tuturnya.
ANTARA