TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Ekonom PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Anton Hermanto Gunawan memperkirakan indeks harga saham gabungan (IHSG) pada akhir 2017 bisa tembus 6.100 untuk skenario optimistis. Untuk skenario moderat, indeks akan berada di level 5.800 dan membukukan kenaikan laba per saham (EPS) menjadi 14,8 kali. Lonjakan itu karena mempertimbangkan kondisi makro yang membaik. Pada penutupan akhir 2016, IHSG berada di level 5.296.
“Namun penutupan indeks bisa anjlok ke level 4.925 jika belanja fiskal mengecewakan dan nilai imbal hasil surat utang pemerintah Amerika Serikat naik melampaui perkiraan,” ujar Anton dalam hasil risetnya yang berjudul “Outlook and Strategy 2017 Another Year of Fiscal Consolidation”, Ahad, 29 Januari 2017.
Baca: Kepemilikan Saham Investor Domestik Capai 45,88 Persen
Menurut Anton, sepanjang 2017, ada dua bagian penting dalam perekonomian nasional, yakni harga komoditas dan program amnesti pajak yang akan menopang ekonomi pada semester pertama. Namun kondisi fiskal dan risiko eksternal diprediksi cukup berat pada semester kedua 2017. Stimulus fiskal, nilai kurs yang stabil, dan pengendalian inflasi akan menopang kinerja pasar saham karena terbatasnya kebijakan pelonggaran moneter. Pertumbuhan pendapatan para emiten juga akan menopang kinerja indeks saham. “Kami sarankan memilih saham-saham yang memiliki nilai kapitalisasi pasar besar,” ucapnya.
Anton memperkirakan pasar obligasi masih akan positif, tapi di pasar surat utang pemerintah akan minim katalis. Dia menilai investasi di obligasi rupiah masih akan menguntungkan, tapi tidak akan seperti 2016 karena beberapa katalis pada tahun lalu sudah tidak ada lagi tahun ini. Ini termasuk nilai imbal hasil obligasi valuta asing (global bond) yang kemungkinan mencapai level terendah karena ketatnya kondisi moneter global dan melemahnya kurs akibat kenaikan suku bunga acuan bank sentral Amerika Serikat (Fed Fund Rate).
Baca: Kadin: Trump Effect, Rupiah Berpotensi Melemah
Gejolak pasar tahun ini, ujar Anton, juga berpotensi meningkat akibat dampak rencana keluarnya Inggris dari keanggotaan Uni Eropa (Brexit) serta agenda politik Amerika dan negara-negara Eropa. Dia memprediksi nilai imbal hasil surat utang negara (SUN) dengan tenor sepuluh tahun sebesar 7,25 persen atau 6,91-7,55 persen. Tahun lalu, nilai imbal hasilnya 7,97 persen. Prediksi itu mempertimbangkan imbal hasil obligasi pemerintah Amerika sebesar 2,6 persen, suku bunga Bank Indonesia 7-day reverse repo rate 4,75 persen, dan kurs rupiah sebesar 13.400 per dolar Amerika.
“Ini akan memberikan rata-rata imbal hasil investasi kepada obligasi pemerintah dalam rupiah sebesar 8,93-13,38 persen pada 2017,” katanya.
Baca: Kemenkeu Luncurkan Fasilitas Kemudahan Impor Tujuan Ekspor
Anton berujar, sentimen positif masih datang dari nilai imbal hasil riil obligasi pemerintah dalam rupiah dan prediksi kenaikan peringkat surat utang Indonesia pada 2017. Risiko utama pasar obligasi tahun ini adalah kenaikan Fed Fund Rate yang lebih cepat dari perkiraan, pelemahan ekonomi Cina, devaluasi kurs yuan, dan jika rupiah mengalami depresiasi lebih dari 14 ribu per dolar Amerika.
ABDUL MALIK