TEMPO.CO, Jakarta - Bank Indonesia (BI) menemukan setidaknya ada sekitar 612 Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank (KUPVA BB) tak berizin atau ilegal di seluruh Indonesia. Adapun KUPVA BB ilegal itu utamanya berada di wilayah Jabodetabek, Lhoksumawe, Kalimantan Timur, Bali, dan Kediri.
Penyelenggara KUPVA BB yang saat ini masih berstatus ilegal ini kemudian diberi waktu tambahan untuk mengajukan perizinan operasi. KUPVA BB yang saat ini belum memperoleh izin dari BI memiliki kesempatan mengajukan izin paling lambat pada 7 April 2017.
"BI sudah mapping mana yang tidak berizin di Indonesia, jadi silahkan segera melakukan penyiapan dokumen untuk mengajukan izin ke kami," ujar Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan dan Pengawasan Sistem Pembayaran BI, Enny Pangabean, dalam konferensi pers di Kompleks BI, Thamrin, Jakarta, Senin, 30 Januari 2017.
Enny menjelaskan syarat permohonan izin KUPVA BB di antaranya adalah pemilik memiliki latar belakang terakhir pendidikan D3, tidak memiliki catatan tercela dalam dunia keuangan, dan tidak masuk dalam kategori daftar hitam (blacklist) dalam dua tahun terakhir. "Mereka datang langsung ke BI lalu kita seleksi."
Peraturan perizinan itu, menurut Enny, sangat penting untuk memudahkan pengawasan. Sebab, pada beberapa KUPVA BB ilegal atau tak berizin ditemukan indikasi pemanfaatan untuk tindak kejahatan, seperti pencucian uang, narkoba, dan pendanaan terorisme. "Maka itu kami kerja sama dengan tiga lembaga yaitu BNN, PPATK, dan Polri untuk menertibkannya," ucapnya.
Lebih jauh, Enny menuturkan laporan transaksi KUPVA BB tak berizin diperoleh BI setelah berkoordinasi dengan Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). "Mereka ada yang rekening atas nama pribadi, ada juga yang bentuknya toko seperti toko kelontong dan toko emas," katanya.
GHOIDA RAHMAH