TEMPO.CO, Jakarta - Staf Ahli Bidang Makro Ekonomi dan Keuangan Internasional Kementerian Keuangan, Rionald Silaban, mengatakan sektor minyak dan gas tidak lagi menjadi primadona penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Perannya terus menurun dalam beberapa tahun terakhir.
Menurut Rionald, sektor migas menyumbang Rp 198 triliun dari total Rp 352 triliun PNBP pada 2012. "Sektor migas menyumbang sekitar 59 persen dari total PNBP," katanya dalam acara Ngobrol @Tempo di Hotel Aryaduta, Jakarta, Selasa, 31 Januari 2017.
Baca Juga: Skema Gross Split Diklaim Mampu Tingkatkan Produksi Migas
Kontribusi sektor migas selalu di atas 50 persen hingga 2014. Sejak 2015, jumlah PNBP sektor migas menurun hanya Rp 78 triliun dari total Rp 256 triliun atau hanya sekitar 30 persen dari total PNBP.
Rionald menambahkan, penurunan kontribusi sektor migas terhadap PNBP salah satunya disebabkan oleh penurunan kegiatan eksplorasi migas. "Turunnya eksplorasi membuat produksi bergantung pada sumur tua. Dampaknya, produksi tidak maksimal dan biaya operasi mahal."
Kepala Bagian Humas SKK Migas Taslim Z. Yunus membenarkan bahwa kegiatan eksplorasi menurun. "Sejak 1980 sampai sekarang semakin menurun," katanya. Titik terendah penurunan kegiatan eksplorasi terjadi pada 2016 karena harga minyak yang anjlok.
Baca: Pertamina Putuskan Bangun Sendiri Kilang Balongan-Dumai
Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral merilis, sepanjang 2016, rata-rata produksi minyak 831 ribu barel per hari dan produksi gas bumi mencapai 1.418 ribu barel ekuivalen minyak per hari. Dalam APBN-P 2016, lifting minyak ditargetkan hanya 820 ribu barel per hari dan gas 1.150 ribu barel ekuivalen minyak per hari.
"Apresiasi saya untuk kerja keras seluruh pihak," ujar Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan dalam keterangan tertulis yang dikutip, kemarin.
Produksi dan lifting migas yang melebihi target tersebut, kata Jonan, terjadi di tengah rendahnya harga minyak dunia. Realisasi harga minyak Indonesia atau Indonesian crude price (ICP) hingga akhir 2016 adalah US$ 39,5 per barel dengan asumsi harga di APBN-P 2016 US$ 40 per barel.
Simak: Produk IKEA Ternyata Buatan Indonesia
Realisasi lifting 2016 ditopang oleh delapan dari sepuluh proyek migas yang rampung tahun ini. Di antaranya fasilitas puncak produksi Blok Cepu sebesar 185 ribu barel per hari, produksi lapangan Bukit Tua oleh Petronas Carigali Ketapang sebesar 20 ribu barel per hari, serta proyek Pertamina EP di Lapangan Pondok Makmur dan Lapangan Donggi. Sedangkan biaya pengganti operasi (cost recovery) yang akan dibayar pemerintah tahun ini mencapai US$ 11,4 miliar. Angka ini lebih tinggi dibanding batas yang dipatok APBN-P 2016 sebesar US$ 8,4 miliar.
VINDRY FLORENTIN