TEMPO.CO, Jakarta - Jaksa Agung H.M. Prasetyo mengaku tak ingin berkomentar soal isu penyadapan yang dibahas dalam sidang kasus dugaan penodaan agama di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, 31 Januari 2017.
"Kami enggak komentar," kata Prasetyo kepada wartawan di kantornya, Jakarta Selatan, Jumat, 3 Februari 2017.
Ia mengatakan lembaganya memiliki peralatan penyadap percakapan. "Kami punya alat sadap, tapi tahu kapan digunakan. Lain dengan KPK, punya kewenangan kapan pun dia mau dan siapa pun mau disadap," ujarnya lagi.
Selain Kejaksaan Agung, Istana, Kepolisian RI, dan Badan Intelijen Negara (BIN) telah menegaskan tidak melakukan penyadapan terhadap SBY.
Baca:
Soal Bukti SBY Disadap, Demokrat: Tanya Saja yang Menyadap
Soal Angket Penyadapan SBY, JK: Kami Akan Jawab Tak Terlibat
Dalam sidang kedelapan kasus penodaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, jaksa penuntut umum menghadirkan saksi Ketua Majelis Ulama Indonesia Ma'ruf Amin. Tim kuasa hukum Ahok melontarkan beberapa pertanyaan kepada Ma'ruf. Salah satunya, pengacara Ahok mengaku memiliki bukti percakapan antara Ma'ruf dan Susilo Bambang Yudhoyono, presiden keenam RI.
Karena merasa namanya dibawa-bawa, SBY menggelar konferensi pers pada sore harinya. Dia juga mempersoalkan isu penyadapan itu. SBY menyatakan penyadapan terhadap dirinya bukan merupakan delik aduan sehingga pihak berwenang tidak perlu menerima pengaduan darinya untuk bisa melakukan pengusutan. Sebab, ketentuan penyadapan sudah dijelaskan dalam perundang-undangan.
"Jadi saya antara yakin dan tidak yakin saya disadap. Kalau betul disadap, ada Undang-Undang ITE, di Pasal 31 disebutkan setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan penyadapan," tutur SBY.
REZKI ALVIONITASARI
Baca juga:
KPK Pertimbangkan Jadikan Hadi Poernomo Tersangka Lagi