TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Fadli Zon mengatakan penyelesaian kontroversi pembelian helikopter AW101 yang membuat Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo dan Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu saling lempar tanggung jawab cukup mudah. Cukup dengan menelusuri dokumen-dokumen dari siapa yang memberikan rekomendasi sampai yang mengambil keputusan.
"Saya kira ini bukan suatu hal baru, miskoordinasi seperti ini," katanya di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa, 7 Februari 2017. Menurut Fadli, saling lempar tanggung jawab di kalangan eksekutif ini seperti yang terjadi saat kenaikan biaya pengurusan surat tanda nomor kendaraan.
Baca:
Jokowi Telusuri Dugaan Pelanggaran Kasus Helikopter AW101 ...
Pembelian Helikopter AW101 Batal, Ini Alasan Panglima TNI
Dari penelusuran itu akan terjawab siapa yang memiliki otoritas mengajukan pembelian helikopter. Pasalnya, sudah ada mekanisme yang baku tiap kali TNI membeli senjata. "Tinggal diurut saja dari mana asal dokumen itu dan seperti apa," ujar Fadli.
Baca: Ini Alasan Dibelinya Helikopter AW101
Fadli menduga ada kepentingan di baliknya sehingga membuat masalah pembelian helikopter AW101 menjadi rumit. "Saya kira kepentingan. Pasti kepentingan," ucapnya.
Ia meminta penyelidikan terkait dengan pembelian helikopter ini dibuka secara transparan. "Yang jelas, ada motif kepentingan dalam tarik-menarik untuk menentukan alutsista," tuturnya.
Akibat pembelian helikopter AW101, Panglima TNI curhat dalam rapat kerja dengan DPR kemarin. Ia mengaku tidak tahu-menahu soal pembelian helikopter. Menurut Gatot, Mabes TNI dan dirinya sudah tidak berwenang mengatur dan menyusun rencana kerja dan anggaran (RKA) di setiap angkatan TNI.
Menurut Panglima, ini terjadi akibat adanya Peraturan Menteri Pertahanan Nomor 28 Tahun 2015 yang membuat tiga matra TNI bertanggung jawab langsung kepada Menteri Pertahanan. Seperti Panglima, Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu juga membantah dirinya mengetahui pembelian helikopter itu.
AHMAD FAIZ