TEMPO.CO, Washington—Baru dua pekan berkuasa, Presiden Donald Trump telah mengubah pandangan tradisional bangsanya mengenai siapa musuh dan sahabat Amerika Serikat.
Seperti dilansir kolomnis The Atlantic Jeffrey Goldberg, Rabu 8 Februari 2017, Trump telah membuat sekutu-sekutu dan musuh-musuh AS menjadi campur aduk, tidak jelas, sehingga tidak jelas lagi siapa musuh dan siapa sekutu Negeri Abang Sam.
"Ini dunia di mana hubungan diplomasi yang sudah mapan diobrak-abrik oleh cepatnya kicauan Trump (di Twitter)," kata Goldberg.
Baca: Petisi untuk Memakzulkan Donald Trump Tembus 650 Ribu Suara
"Kita kini hidup di sebuah dunia di mana para pemimpin Uni Eropa berbicara tentangan ancaman nyata dari seorang presiden Amerika yang membela pemimpin Rusia."
Berikut daftar negara yang menjadi sahabat dan musuh AS di bawah kepemimpinan Donald Trump.
TEMAN
Israel: Mengoreksi sikap Barack Obama terhadap Israel, Trump memulihkan hubungan yang lebih baik dengan sekutu abadi AS ini.
Mengamini pandangan Israel tentang Iran, Trump juga ingin memindahkan kedutaan besar AS di Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem.
Tapi Trump masih mengkritik aktivitas pembangunan permukiman Yahudi di wilayah Palestina, kendati diam-diam memberi lampu hijau.
Rusia: Sejak Perang Dingin, tak ada presiden AS yang ingin berteman dengan Rusia. Trump menjadi presiden AS pertama yang menunjukkan keinginannya bersahabat dengan Rusia, atas alasan yang sampai kini hanya dia seorang yang tahu.
Ketika duta besarnya sendiri di PBB mengutuk aneksasi Krimea oleh Rusia dan usil Rusia di Ukraina timur, Trump tetap saja menyanjung Presiden Rusia Vladimir Putin dan menepis tudingan bahwa Putin pembunuh.
Inggris Raya: Perdana menteri dari sekutu abadi AS ini, Theresa May, adalah pemimpin asing pertama yang mengunjungi Trump di Gedung Putih. Trump menyambut suka cita keluarnya Inggris dari Uni Eropa.
Tapi belakangan dia dicemooh oleh rakyat Inggris karena mengeluarkan Keppres larangan imigran tujuh negara muslim masuk ke AS. Ketua majelis rendah parlemen Inggris bahkan tak sudi memberikan waktu kepada Trump untuk menyampaikan pidato kehormatan di depan parlemen saat berkunjung ke Inggris.
SETENGAH TEMAN
Australia: Trump merasa kerepotan oleh warisan kebijakan Barack Obama yang menyepakati pakta dengan Australia untuk memproses 1.250 pengungsi yang berada di kamp pengungsian Australia, agar bisa masuk ke AS.
Trump sebenarnya tak mau menampung pengungsi-pengungsi itu, tetapi mengaku menghormati perjanjian Australia-AS yang ditandatangani semasa era Obama itu.
Jepang: Selama kampanye presiden, Trump menuding Jepang terlalu diuntungkan dalam perdagangan dengan AS dan menuduh tidak cukup membayar upeti untuk perlindungan militer AS kepada Jepang.
Setelah Perdana Menteri Shinzo Abe menemui Trump di Trump Tower, Jepang mendapatkan jaminan dari Menteri Pertahanan James Mattis bahwa akan dilindungi keamanannya oleh AS. Tapi komitmen ini tidak pernah keluar dari mulut Gedung Putih.
Jerman: Trump memang menyebut bahwa dia mengagumi Kanselir Angela Merkel, tetapi dia pernah mengkritik kebijakan Merkel soal pengungsi. Merkel pernah mengatakan Eropa tak bisa lagi tergantung kepada AS pimpinan Trump. Jerman kini menjadi pemimpin barisan pembela liberalisme Barat yang dulu ikut dirancang AS.
SETENGAH MUSUH
Meksiko: Sejak awal Trump memang terus menganggap negeri ini musuh, ketimbang sekutu. Meksiko dituding Trump telah mencuri lapangan kerja Amerika, memukul daya saing produk dagang Amerika, dan mengekspor bandit serta kriminal narkoba ke Amerika.
Cina: Naik cepatnya Cina sebagai negara adidaya baru di dunia telah membuatnya menjadi pesaing Amerika. Dan Trump kini berusaha mengubah praktik dagang Cina, merongrong pembangunan fasilitas militer Cina di Laut China Selatan, dan memasukkan Cina sebagai penyokong program nuklir Korea Utara, hingga mengabaikan kebijakan “Satu Cina” dengan menggandeng Taiwan.
MUSUH SEJATI
Suriah, Irak, Libya, Somalia, Sudan, dan Yaman: Dengan melarang sementara warga negara keenam negara ini, plus Iran, Trump secara tidak langsung mengandangkan keenam negara itu sebagai musuh AS.
Soal Korea Utara, Trump tidak percaya dengan nasihat Obama bahwa negara ini tengah mengembangkan peluru kendali berkepala nuklir yang bisa menjangkau wilayah Amerika. Trump yakin dirinya bisa menggertak Korea Utara dan menyepelekan kemampuan nuklir Utara.
THE ATLANTIC | ANTARA | SITA PLANASARI AQUADINI