TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Agraria dan Tata Ruang Sofyan Djalil mengatakan pertengahan Februari ini segera mengirimkan daftar inventarisasi masalah (DIM) Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertanahan ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Rancangan ini mengatur, di antaranya, soal Bank Tanah.
"Pertengahan Februari masukkan DIM ke DPR, mudah-mudahan di tahun ini bisa menjadi undang-undang yang baru," kata Sofyan Djalil kepada Tempo saat dihubungi, Rabu 8 Februari 2017.
Menurut Sofyan, saat ini masih ada pembahasan soal bagaimana bentuk Bank Tanah. Sampai saat ini masih dibicarakan apa bentuk dari Bank Tanah, apakah seperti BUMN yang di bawah Kementerian ATR, ataukah dalam Badan Layanan Umum. "Masih diskusikan rekomendasi ke Presiden."
Sembari DPR membahas DIM dari pemerintah, Peraturan Presiden soal Bank Tanah diharapkan akan segera keluar. Alasannya agar ada dasar hukum dari Bank Tanah ini dan bisa segera memulai tahap-tahap awal dari Bank Tanah tersebut.
Sofyan merasa Bank Tanah menjadi penting di tengah pembangunan infrastruktur, yang gencar dilakukan pemerintah. Karena selama ini, pembangunan infrastruktur banyak mengalami kendala akibat lahan, sehingga Sofyan merasa Bank Tanah adalah solusi.
Menteri menjelaskan secara teori negara memiliki semuanya, namun dalam prakteknya seperti tidak memiliki apa-apa. Sehingga banyak proyek-proyek terkendala karena soal lahan. "Mau bikin jalan tol, sulit membebaskan lahan."
Untuk hal di atas dia mencontohkan, misalnya pemerintah ingin membangun kota baru di tengah hutan, maka Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan diminta mencadangkan 400 ribu hektar ke Bank Tanah, dan tanah itu jadi milik negara.
Nantinya setiap orang yang merasa ada keperluan dengan lahan tersebut, bisa berhubungan dengan Bank Tanah dan akan ada penawaran secara kompetitif. "Jadi kamu mau menanam apa di sana? Misalnya seperti itu, lalu berapa mau membayar?" ucap Sofyan.
Kondisi yang ideal, kata Sofyan, adalah saat tanah yang ada bisa dimanfaatkan dengan baik dan bisa mencerminkan potensi untuk pembangunan nasional. Namun kondisi saat ini adalah tanah terlantar, pemanfaatan tanah tidak optimal (idle), dan ada potensi kawasan hutan atau belukar untuk dibudidayakan.
Selain itu, menurut Sofyan, ada hal-hal yang harus diperhatikan dalam penerapan Bank Tanah, pertama adalah mengenai kejelasan regulasi bersamaan dengan aturan pelaksana. Kemudian ada komunikasi yang baik antara pemerintah dengan pihak terkait, seperti pemilik tanah, kreditur, investor potensial, dan analis pasar modal.
Adapun tanah yang terdapat di Bank Tanah dapat dimanfaatkan seperti untuk lahan perumahan dan kota baru, infrastruktur, industri dan pariwisata, pertanian dan pangan, dan penanganan bencana.
DIKO OKTARA