TEMPO.CO, Yangon -Angkatan bersenjata Myanmar membentuk tim investigasi yang beranggotakan enam anggota militer senior untuk membuktikan terjadinya pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dan pelanggaran hukum oleh pasukan keamanan di negara bagian Rakhine.
"Para pejabat di semua level memberikan perintah dan pengawasan untuk memastikan bahwa pasukan keamanan tidak menggunakan tekanan berlebihan dan mencederai hak asasi dalam kerangka hukum selama operasi pembersihan di kawasan itu," ujar pernyataan resmi militer Myanmar atau Tatmadaw dalam bahasa setempat yang dikutip dari Asian Correspondent, Jumat, 10 Februari 2017.
Baca juga:
Kapal Bantuan Malaysia untuk Rohingya Merapat di Myanmar
Kisah Seru Tim Kemanusiaan Indonesia untuk Rohingya
Salah Kaprah tentang Rohingya di Myanmar
Dalam pernyataannya, militer Myanmar menegaskan langkah hukum akan dikenakan kepada siapa saja yang melanggar perintah.
Pembentukan tim investigasi yang beranggotakan pejabat tinggi militer Myanmar merespons laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 7 Februari 2017 yang menyatakan pasukan keamanan Myanmar telah melakukan pembunuhan massal dan pemerkosaan ala gangster terhadap Rohingya muslim.
Aparat militer Myanmar juga disebut membakar desa warga Rohingya muslim sejak Oktober lalu. Perilaku tentara Myanmar ini dinilai sebagai bentuk kejahatan terhadap kemanusiaan dan kemungkinan kejahatan pembersihan etnis.
Reuters pada hari Rabu, 8 Februari, melaporkan informasi dari sumber yang menyebutkan lebih dari 1.000 Rohingya muslim telah dibunuh dalam operasi kekerasan oleh militer Myanmar.
Juru bicara presiden Myanmar, Zaw Htay mengatakan jumlah yang tewas kurang dari 100 orang yang dibunuh dalam operasi memberantas pemberontak milisi Rohingya yang menyerang pos polisi di perbatasan Oktober lalu.
Namun dengan perbedaan jumlah korban yang dibunuh antara laporan Reuters dengan laporan pemerintah Myanmar, Zaw Htya mengatakan akan mengeceknya di lokasi terjadinya pembunuhan.
Sementara Kementerian Luar Negeri Myanmar meminta PBB memberikan bukti atas klaim terjadinya pembunuhan massal dan pemerkosaan ala gangster.
"Kami selalu meminta bukti, namun tak satupun menyerahkan bukti atas dugaan itu. Namun begitu, komisi investigasi kami akan menguji apakah itu benar atau tidak," kata Daw Aye Aye Soe, juru bicara Kementerian Luar Negeri Myanmar.
ASIAN CORRESPONDENT | REUTERS | MARIA RITA