TEMPO.CO, Padang - Guru besar Hukum Tata Negara Universitas Andalas, Saldi Isra, menilai revisi Undang-undang No 30 tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tidak diperlukan. Sebab, revisi itu malah akan melemahkan kewenangan KPK dalam memberantas korupsi di Indonesia.
Ada empat poin yang menjadi materi perubahannya. Yakni penyadapan, pembentukan dewan pengawas, kewenangan penerbitan SP3, serta penyelidik dan penyidik KPK.
Kata Saldi, empat poin isu krusial yang menjadi wacana revisi undang-undang KPK sudah memadai sehingga tidak membutuhkanrevisi.
“Hentikan usulan revisi UU KPK. Lebih baik DPR fokus membenahi KUHP dan KUHAP, baru membahas yang lain,” kata Saldi dalam seminar nasional bertema “Urgensi Perubahan Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi” di Convention Hall Unand, Kamis, 9 Februari 2017.
Seminar itu diselenggarakan Badan Keahlian DPR RI. Turut hadir Anggota Badan Legislasi DPR RI, Mukhamad Misbakhun, Kepala Badan Keahlian DPR RI, Johnson Rajagukguk, Guru Besar Fakultas Hukum Unand, Elwi Danil, dan Guru Besar Fakultas Ekonomi Unand, Werry Darta.
Saldi juga mengaku merasa janggal terhadap pihak yang mengusulkan revisi undang-undang. Seharusnya, menurut Saldi, usulan revisi suatu undang-undang muncul dari pengguna produk hukum dan bukan dari pembuatnya.
|
“Yang paling banyak gelisah dengan kinerja KPK adalah orang-orang di DPR. Jadi agak janggal kalau usulnya muncul dari DPR,” ujar Saldi.
Anggota Baleg DPR RI Mukhamad Misbakhun, mengatakan revisi undang-undang KPK diusulkan bukan untuk melemahkan KPK. Malah Misbakhun menilai revisi ini akan semakin menguatkan peran KPK dalam memberantas korupsi di Tanah Air.
“Ini hanya masalah perbedaan sudut pandang. Selama ini masyarakat menolak saja, tanpa mengetahui seperti apa konsep yang diusulkan DPR," kata Misbakhun.
Guru besar Hukum Pidana Unand, Elwi Danil,mengatakan revisi undang-undang itu justru seperti mempreteli KPK yang kinerjanya sudah terbukti. Padahal KPK merupakan instrumen luar biasa untuk membebaskan Indonesia dari korupsi.
Kata Elwil, salah satu poin yang diusung DPR dalam konsep perubahan undang-undang adalah penyadapan. Ini akan menyulitkan KPK dalam melakukan penyadapan. Padahal berbagai kasus yang terbongkar melalui wewenangan khusus yang dimiliki lembaga antisuap ini.
“Penyadapan memang melanggar HAM, tapi apakah korupsi tidak melanggar HAM juga? Karena korupsi adalah tindak kejahatan yang luar biasa,” kata Elwil.
Kepala Badan Keahlian DPR RI, Johnson Rajagukguk, mengatakan seminar ini diadakan untuk menampung masukan dari para akademisi Unand. Masukan ini akan menjadi pertimbangan bagi DPR.
ANDRI EL FARUQI