TEMPO.CO, Jakarta - Empat fraksi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta memutuskan untuk berhenti bekerja dengan Pemerintah DKI Jakarta. Alasannya terkait status Gubernur Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sebagai terdakwa penistaan agama.
Wakil Ketua DPRD Triwisaksana mengatakan penghentian itu berlangsung selama belum ada penjelasan dari Kementerian Dalam Negeri soal status Basuki.
“Agar roda pemerintahannya jelas,” kata dia, Senin, 13 Februari 2017. Keempat fraksi itu yakni Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, Fraksi Partai Keadilan Sosial, Fraksi Partai Gerindra dan Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa.
Baca : Ini Alasan Ahok Digugat Anak Buah yang Dicopot
Triwisaksana menjelaskan, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menyatakan gubernur yang didakwa karena perbuatan pidana yang ancaman hukumannya paling singkat lima tahun harus diberhentikan sementara. Pada 12 Februari 2017 kemarin, Ahok resmi kembali menjabat gubernur setelah non-aktif sekitar 3,5 bulan karena berkampanye.
Menurut Sani, sapaan Triwisaksana, ketidakjelasan muncul lantaran Ahok didakwa Pasal 156 dan Pasal 156A Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. "Ketidakjelasan status Basuki membuat kebijakan yang dihasilkan pemerintah dan parlemen Jakarta menjadi cacat hukum," kata dia.
Dewan pun akan meminta penjelasan ihwal status Ahok ke Kementerian Dalam Negeri. Surat permintaan tersebut dikirim ke Presiden Joko Widodo dengan tembusan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo hari ini.
Selama surat belum dijawab, ia mengatakan dewan tak akan menggelar rapat kerja dengan eksekutif. “Terserah kalau mau diartikan boikot atau apapun,” kata Wakil Ketua DPRD DKI Mohammad Taufik.
Ahok enggan menanggapi sikap keempat fraksi tersebut. “Tak tahu, saya tak tahu,” kata dia.
Sementara itu, Sekretaris Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Gembong Warsono tak memusingkan keputusan empat fraksi. Ia mengatakan dua pasal yang didakwakan ke Ahok tak sesuai dengan Pasal 83 ayat 1 yang menjadi acuan pemberhentian Ahok.
Keduanya menyatakan ancaman hukuman kedua pasal yakni selama-lamanya empat tahun dan lima tahun. “Tak masalah, kami mengacu sesuai aturan saja,” kata Gembong.
LINDA HAIRANI