TEMPO.CO, Denpasar - Tim kuasa hukum Munarman—juru bicara Front Pembela Islam (FPI)—mencabut permohonan praperadilan kliennya. "Menerima permohonan pencabutan praperadilan oleh pemohon," kata ketua majelis hakim, Agus Walujo Tjahjono, di ruang sidang Cakra, Pengadilan Negeri Denpasar, Senin, 20 Februari 2017.
Permohonan pencabutan praperadilan diajukan salah satu kuasa hukum Munarman, Muhammad Zainal Abidin, pada Kamis, 16 Februari. Permohonan gugatan itu diterima panitera muda pidana Pengadilan Negeri Denpasar, I Ketut Suwastika, Jum'at, 17 Februari. Akta tanda terima surat pencabutan itu bernomor 2/Pid.Pra/2017/PN Dps.
Saat sidang pembacaan pencabutan praperadilan, enam anggota tim Bidang Hukum Polda Bali hadir di pengadilan dipimpin Ajun Komisaris Besar Made Parwata. Parwata menjelaskan, pihak kepolisian sesungguhnya sudah siap menghadapi praperadilan.
"Prinsipnya penyidikan sudah berjalan sesuai dengan prosedur. Kami sudah memiliki alat bukti sesuai dengan ketentuan untuk menetapkan terlapor sebagai tersangka," ujarnya.
Baca: Munarman FPI Lanjutkan Pemeriksaannyadi Polda Bali
Menurut dia pihak kepolisian akan melanjutkan penyidikan kasus Munarman yang ditetapkan sebagai tersangka dugaan penghinaan pecalang. Parwata menjelaskan, pihak kuasa hukum Munarman mencabut permohonan praperadilan tanpa alasan apa pun.
"Tidak ada kesalahan dalam permohonannya, dia hanya mencabut," katanya.
Munarman dilaporkan ke Polda Bali, Senin, 16 Januari 2017, terkait dengan ucapannya dalam video yang diunggah di YouTube berdurasi 1 jam 24 menit 19 detik pada 16 Juni 2016. Dalam video yang berjudul “Heboh FPI Sidak Kompas” itu, Munarman membuat tuduhan sepihak bahwa pecalang (petugas keamanan adat di Bali) melempari rumah penduduk dan melarang umat Islam salat Jumat.
Simak: Munarman FPI Praperadilankan Polda Bali, Ini Gugatannya
Dalam video itu, Munarman berbicara tanpa memberikan bukti data yang valid. Juru bicara FPI itu diduga melanggar Pasal 28 ayat 2 juncto Pasal 45 a ayat 2 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik juncto pasal 55 dan atau Pasal 156 KUHP dengan ancaman di atas enam tahun.
BRAM SETIAWAN
Baca juga: Pemuda Muhammadiyah Tak Larang Warganya Ikut Aksi 212 Jilid 2 di DPR